Jumat, 18 Maret 2022

Episode 25 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 25 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Setelah beberapa saat saling tatap dengan Kania yang memandanginya dengan tatapan, Brain mengubah pandangannya dari Kania. Ia melihat satpam yang masih diam tertunduk di hadapannya.

“Jawab apa yang aku tanyakan!” ucap Brian dengan nada tinggi.

“Ma–maaf tuan muda. Ti–tidak … tidak ada yang memberi saya perintah untuk melarang nona Kania masuk,” ucap pak satpam dengan suara gelagapan karena gugup.

“Lalu? Kenapa kamu menahan dia yang berniat masuk ke dalam?”

"Itu … "

Satpam itu tidak menjawab karena ia semakin takut saja sekarang. Ia pun mengetuk pintu dengan ketukan beberapa kali seperti sedang memberikan isyarat pada orang yang ada di dalam.

Seketika, pintu vila itupun terbuka lebar. Semua pembantu yang bekerja di vila Camar, kecuali bu Ninik dan pak Hadi, sedang berbaris tegak memanjang di kiri dan kanan pintu tersebut.

“Ini … ada apa?” tanya Brian tak mengerti.

“Silahkan masuk tuan muda!” ucap pak satpam mempersilahkan.

Dengan perasaan penasaran, merekapun menuruti apa yang satpam itu katakan. Perlahan, mereka melangkah masuk ke dalam.

Saat kaki mereka menginjak ke dalam rumah, semua pelayan yang berbaris pun membungkuk memberi hormat sambil berucap," Selamat datang tuan muda. Selamat datang nona Kania. Selama pengantin baru buat tuan muda dan nona Kania."

Setelah ucapan selamat itu selesai mereka ucapkan. Mereka kembali berdiri tegak. Saat itu pula, kelopak bunga turun dari atas bak hujan.

Sekali lagi, Kania tersenyum haru dengan apa yang ia alami sekarang. Air mata tidak bisa ia tahan. Dibalik deraian kelopak bunga, ia menyeka air mata bahagia sambil terus menikmati guyuran kelopak bunga yang berbau harus ini.

Setelah guyuran kelopak bunga berhenti, barulah pak Hadi dan bu Ninik terlihat. Mereka berjalan beriringan mendekat ke arah Brian dan Kania.

“Selamat pengantin baru tuan muda, nona Kania,” ucap keduanya serentak.

“Maafkan kami yang hanya bisa menyambut pengantin baru dengan sambutan yang sangat sederhana, tuan muda, nona Kania,” ucap pak Hadi.

“Ini bukan sambutan yang sederhana, pak Hadi. Ini luar biasa,” ucap Kania penuh semangat dengan nada sangat bahagia.

Brian yang berniat ingin menegur para pekerjanya pun langsung membatalkan niat untuk bicara saat mendengar nada bahagia dari ucapan Kania barusan. Niatnya, ia ingin marah dengan sambutan para pekerja yang menurutnya sangat tidak perlu di lakukan. Karena mengingat, ia dan Kania hanya menikah karena ingin mendapatkan status saja. Bukan karena cinta. Tapi, semua itu ia batalkan. Ia tidak ingin membuat kebahagiaan Kania menjadi rusak.

“Terima kasih banyak nona Kania. Selanjutnya, nona Kania adalah tuan rumah di vila camar. Apapun perintah nona Kania, adalah tangung jawab kami.”

Kania menoleh ke arah Brian yang sedari tadi hanya diam saja. Ia ingin melihat ekspresi Brian saat pekerjanya mengatakan kata-kata itu.

Merasa di lirik, Brian tidak ingin diam.
“Kenapa melihat aku? Apa yang dia katakan itu benar,” ucap Brain santai.

Kania hanya tersenyum melihat ekspresi datar yang Brian tunjukkan. Brian seperti laki-laki yang tidak mau ikut campur urusan dia dihadapan para pembantu. Namun, sangat berisik jika sedang bicara berdua saja.

“Apakah sambutannya sudah selesai? Jika sudah, aku ingin segera ke kamar,” ucap Brian membuyarkan perhatian semuanya.

“Sudah tuan muda.” Semua berucap serentak.

“Jika sudah, kalian juga bisa bubar dan kembali melanjutkan pekerjaan kalian masing-masing.”

“Ba–baik tuan muda.” Semua menjawab serentak, kemudian pamit pada Brian sebagai tanda hormat bawahan kepada atasan.

Setelah para pekerjanya bubar, hanya menyisakan bu Ninik dan pak Hadi yang masih berdiri tegak bersama mereka. Brian pun bicara pada Kania. “Kamu juga bisa kembali ke kamarmu.”

“Maaf tuan muda, apakah aku boleh berjalan-jalan dulu?”

“Jalan-jalan ke mana?”

“Sekitar vila ini saja. Aku sangat ingin menikmati suasana taman yang indah di vila Camar ini. Bolehkah?” tanya Kania penuh harap.

“Terserah padamu saja. Jika kamu ingin mengelilingi vila Camar ini puluhan kali juga, tidak ada yang melarang. Asalkan kamu sanggup, kamu bisa lakukan itu sesuka hatimu.”

“Terima kasih banyak tuan muda.” Kania berusaha bicara sambil tersenyum yang kelihatan sekali terpaksa nya dari senyuman yang ia perlihatkan itu.

‘Ngizin sih ngizin. Tapi, kata-katanya itu lho bikin kesal dan bikin naik tensi. Dasar laki-laki yang susah di tebak dan sedikit gak jelas. Pingin banget aku jitak biar tuh otak jadi bener. Barangkali gak dosa, karena pernikahan ini cuma sandiwara saja,’ kata Kania dalam hati sambil menahan rasa kesal pada Brian.

“Kalo gak ikhlas gak perlu ngucapin terima kasih,” kata Brian yang tahu apa yang Kania rasakan sebenarnya.

"Eh … " Kania merasa kaget dan tidak enak hati.

‘Semakin bikin kesal aja nih tuan muda,’ kata Kania dalam hati sambil melotot.

“Jalan, Jo! Antar aku ke kamar!” ucap Brian sambil menahan senyum melihat tingkah Kania.

“Baik tuan muda.”

Johan langsung melakukan apa yang Brian katakan. Mendorong kursi roda milik Brian menjauh lift untuk naik ke lantai dua.

"Uh … " Kania terlihat kesal sambil terus menatap Brian dan Johan yang semakin lama semakin bergerak meninggalkan mereka.

“Sabar nona Kania, tuan muda memang seperti itu. Memang sedikit keras dan menyebalkan jika bicara. Namun, tuan muda itu sebenarnya adalah laki-laki yang sangat baik dan lembut.” Bu Ninik bicara setelah memastikan Brian masuk ke lift.

“Betul. Tuan muda juga laki-laki yang sangat penyayang, nona Kania. Hanya saja, tuan muda sangat sulit untuk menunjukkan sikapnya pada orang yang baru ia kenal.” Pak Hadi juga ikut membela.

“Semoga saja, nona Kania sabar dalam menghadapi sikap tuan muda. Dan tidak menyimpan dalam hati apa yang tuan muda katakan pada nona,” kata Bu Ninik penuh harap.

“Tentu saja, bu Ninik. Aku akan berusaha sabar.” Kania bicara sambil berusaha menarik senyum terindah yang ia miliki.

“Oh ya, terima kasih banyak atas sambutan dan ucapan tadi. Aku sangat bahagia,” kata Kania lagi.

“Sama-sama nona Kania. Kami juga bahagia saat melihat nona Kania senang dengan apa yang kami lakukan.” Pak Hadi dan bu Ninik bicara serentak.

“Wuah, kompak sekali. Sepertinya, pak Hadi dan bu Ninik sehati.”

“Nona Kania bisa aja,” kata pak Hadi senyum-senyum malu. Sedangkan bu Ninik, tersenyum merona dengan kata-kata yang Kania ucapkan.

“Oh ya, sepertinya aku ingin jalan-jalan sekarang, bu Ninik, pak Hadi.”

“Apakah nona perlu ibu temani?”

“Tidak bu Ninik. Aku jalan sendiri saja. Gak papa. Aku yakin gak akan tersesat.”
“Permisi,” ucap Kania sambil beranjak.

“Iya, nona Kania. Jika butuh apa-apa, panggil pelayan saja.”

“Baik bu Ninik.”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya