Episode 89 Perjodohan Membawa Bahagia (Eks Part3)
“Iya … iya, Johan. Papa sakit perut. Tolong ya,” ucap Brian sambil berusaha nyengir kuda tidak enak dilihat.
“Ba–baik tuan muda. Aku akan antar kan,” ucap Johan dengan perasaan tidak enak sekarang.
Johan pun meninggalkan kamar itu bersama Davidson. Sementara Brian, masih tetap berada di dalam bersama Kania.
“Brian.” Kania memanggil Brian yang sedang terdiam sambil terus melihat pintu kamar tersebut.
“Iya.” Brian menoleh ke arah Kania, karena dia saat ini sedang kaget dengan panggilan itu.
"Katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya! Karena aku merasa, ada yang sedang kamu sembunyikan dari aku. Katakan sekarang atau aku akan terus memikirkan keberadaan mbak Ana dan mas Jio. Kamu tahukan? Apa efek yang bisa ditimbulkan jika aku … "
“Ya-ya-ya, sayang. Jangan diteruskan lagi kata-kata itu. Aku akan katakan padamu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tolong, kuasai emosimu terlebih dahulu.”
“Apa maksud kamu?” tanya Kania semakin merasa ada yang tidak beres dengan Ana dan Jio.
“Janji dulu padaku, kalau kamu mampu menguasai dirimu.”
“Baiklah. Aku janji. Cepat katakan!”
Brian pun menceritakan apa yang terjadi dengan Ana dan Jio. Tepat malam di mana Kania di larikan ke rumah sakit, Jio di kabari oleh bu Ninik soal kabar Kania yang akan melahirkan dan sedang berada di rumah sakit.
Mendengar kabar itu, Ana bersikeras mengajak Jio pergi ke rumah sakit untuk melihat dan menemani Kania di rumah sakit tersebut. Sebagaimana yang Kania lakukan padanya waktu itu, saat ia melahirkan Dewa putranya.
Awalnya, Jio menolak. Mengingat saat itu, hujan turun deras dan suasana malam hari pula. Tapi, Ana yang merasa perihatin akan keadaan Kania, tetap memaksa untuk pergi ke rumah sakit malam itu juga. Jio pun akhirnya menuruti apa yang Ana katakan. Mereka pergi ke rumah sakit berdua, sedangkan Dewa, mereka titipkan pada bibi yang bekerja di rumah mereka.
Karena hujan yang sangat lebat, jarak pandang mereka juga terbatas. Jio yang sedang fokus mengemudi dengan melihat ke depan, tidak tahu kalau ada truk yang sedang mengangkut batu berada di samping mereka.
Truk itu oleng. Lalu menghantam mobil mereka dengan keras. Batu yang truk itu bawa, tumpah ke samping mobil Jio. Sedangkan mobil Jio sendiri, tertindih oleh badan truk hingga penyok.
Kecelakaan naas itu merenget nyawa Ana ditempat itu juga. Sedangkan Jio, ia masih sempat di larikan ke rumah sakit dan ditangani dokter malam itu. Tapi sayangnya, ia juga tidak bertahan lama. Cedera yang ia alami terlalu parah sehingga ia tak mampu untuk bertahan.
“Tidak mungkin. Tidak,” ucap Kania sambil menutup mulutnya dengan air mata yang mengalir perlahan tapi pasti melintasi pipinya.
“Sabar sayang.” Brian dengan cepat memeluk Kania. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi. Mengingat, Kania baru beberapa hari melahirkan. Jadi, kondisi Kania harus ia jaga dengan sebaik mungkin.
“Brian. Katakan padaku kalau ini tidak benar. Mbak Ana dan mas Jio pasti masih hidup, iyakan?”
“Sayang, tenang. Aku tidak ingin bohong sama kamu. Tapi tolong, sayang. Jangan menangis. Ingat kondisimu saat ini. Bukankah kamu sudah berjanji padaku, kalau kamu akan menguasai emosimu.”
Kania terap menangis dalam pelukan Brian. Rasa sedih itu tetap saja tidak bisa ia kontrol walau ia berusaha mengontrolnya dengan sekuat tenaga.
“Kania, aku juga punya kabar bahagia buat kamu. Tapi tolong, berhentilah menangis, ya sayang,” ucap Brian sambil menyeka air mata yang jatuh ke pipi Kania.
Kania tidak menjawab. Ia tidak tertarik untuk mendengarkan kabar bahagia yang ingin Brian katakan.
“Kania, ini soal anak Jio dan Ana.”
Saat mendengarkan hal itu. Kania yang lemah, berada dalam pelukan Brian. Kini segera bagun, lalu menatap Brian dengan tatan tak sabar.
"Anak? Dewa? Di mana dia? Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja? Siapa … "
“Sssttt. Sayang sabar. Dengarkan apa yang ingin aku katakan tentang anak itu.”
“Katakan sekarang juga!” Kania bicara dengan nada tak sabar lagi.
“Anak mereka ada di rumah kita saat ini. Bu Ninik yang merawat anak itu.”
“Ap–apa? Dewa ada di rumah kita?”
“Iya. Dewa ada di sana. Kamu pasti penasaran bukan? Kenapa dia bisa ada di rumah kita saat ini?”
“Untuk itu, kamu harus menghapus air matamu terlebih dahulu, Kania ku sayang,” ucap Brian sambil menghapus air mata Kania.
“Kania, sebelum Jio meninggal, ia sempat menulis surat wasiat untuk kamu. Surat itu ada di tempat penyimpanan yang aman saat ini. Tapi, aku mengkopinya sebelum surat itu aku simpan. Dan, kopiannya ada di rumah kita. Kamu bisa baca sendiri nanti setelah kamu pulang.”
“Brian, aku ingin tahu apa isi dari surat itu. Apa kamu mengingatnya?”
“Tentu saja aku mengingatnya sayang. Bahkan, aku ingat dengan sangat baik setiap kata yang Jio tulis dalam surat wasiat itu.”
“Katakan! Apa isinya.”
“Isi surat itu adalah … Jio ingin kamu merawat Dewa. Mengangkat Dewa sebagai anakmu, atau lebih tepatnya, Jio ingin kita mengadopsi Dewa sepenuhnya. Dia meminta kita menyayangi Dewa sepenuh hati, layaknya kita menyayangi anak kita sendiri. Ia percayakan Dewa padamu, karena ia yakin, kamu mampu merawat Dewa dengan baik.”
Mendengar kata-kata itu, hati Kania menjadi sedih kembali. Air mata turun perlahan ketika ia membayangkan saat-saat ketika ia bersama dengan keluarga itu. Kesedihan tidak bisa ia bendung walau ia berusaha menahannya.
“Aku akan merawatnya. Aku akan merawatnya,” ucap Kania sambil menyeka air mata yang tumpah.
“Sayang, bukankah sudah berjanji untuk tidak menangis?” tanya Brian prihatin dan berusaha menghibur Kania.
“Aku masih belum selesai mengatakan wasiat dari Jio. Kamu jangan menangis lagi, atau aku tidak akan melanjutkan apa yang ingin aku katakan padamu.”
Kania memegang tangan Brian dengan cepat.
“Tolong lanjutkan, Brian.” Kania meminta dengan tatapan memelas. Brian tidak mungkin menolak permintaan itu.
“Sayang, ini soal rencana perjodohan yang waktu itu kita bicarakan. Jio meminta kita memegang janji untuk menikahkan anak kita dengan putranya. Jika memang anak yang kamu lahir kan itu perempuan, maka dia ingin perjodohan itu tetap kita lanjutkan meski Dewa sudah kita angkat sebagai anak.”
“Katanya lagi, itu adalah keinginan terbesar Ana. Ana ingin putranya menjadi menantu kita. Jio menulis wasiat ini, agar kita tidak melupakan apa yang telah sama-sama kita sepakati hingga anak kita benar-benar bersatu kelak setelah dewasa.”
“Aku akan ingat apa yang mbak Ana dan mas Jio inginkan. Aku akan tepati janji kita untuk menikahkan Dewa dan Yola, meskipun kelak, Dewa sudah menjadi anak kita. Atau bahkan, jika salah satu dari mereka menolak perjodohan ini, aku akan tetap memaksa mereka menikah. Demi meluluskan wasiat mas Jio, dan keinginan terbesar mbak Ana. Maka aku akan melakukan cara apapun.” Kania berucap sambil menatap lurus ke depan.
Sebuah wasiat telah ia pegang sekarang. Janji antara hidup dan mati sedang berusaha ia genggam dan jaga dengan sebaik mungkin. Ia berjanji akan menepati janjinya. Menjalankan wasiat dengan sebaik mungkin.
___________________SEKIAN__________________
"Catatan. " Sampai jumpa di season dua satu minggu lagi. Season dua akan menceritakan tentang kehidupan anak-anak mereka. Tapi … tentunya judul akan aku ubah.
Judulnya *** I LOVE YOU KAKAK.
Sampai jumpa di I LOVE YOU KAKAK.
Da … muach … wkwkwkwkw …