Episode 22 Perjodohan Membawa Bahagia
"Saya terima nikah dan kawinnya Kania Hermansyah dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang seratus juta di bayar tuuunai … "
Untuk yang ketiga kali, Brian baru bisa mengucapkan kata-kata sakral itu dengan tepat dan benar, tanpa ada kesalahan sedikitpun. Kini, tinggal ucapan para saksi lagi yang harus di pertanyakan.
“Bagaimana para saksi? Apakah sudah sah?” tanya pak penghulu pada kedua saksi yang ada di sana.
“Sah. Sah! Sah!”
Dengan terucap nya kata sah oleh saksi dari kedua belah pihak, maka Kania dan Brian sudah sah menjadi sepasang suami istri. Sah menurut negara dan sah menurut agama, meski tidak ada pesta pernikahan yang dilakukan. Karena hukum nikah itu sungguh sederhana.
Selesai acara pernikahan yang hanya mereka laksanakan dengan ijab khobul saja. Merekapun bersiap-siap untuk kembali pulang.
Saat ingin keluar dari ruangan tersebut, tangan Kania di tahan oleh Salma. Lalu, ia membisikkan sesuatu ke telinga Kania sambil tersenyum.
“Aku tunggu kamu di kamar mandi gedung ini sekarang juga. Temui aku di sana, jika ingin sertifikat milik keluarga mama. Aku ingin kamu datang sendiri. Jangan sampai ada yang curiga dengan kedatangan kamu ke kamar mandi itu nantinya.”
Kedua ibu dan anak itu langsung pergi setelah berbisik kata-kata tersebut pada Kania. Mereka melaksanakan gerakan yang sangat cantik sehingga tidak ada yang curiga. Bisikan itu dianggap sebagai ucapan selamat bagi orang-orang yang melihat Salma berbisik pada Kania.
Setelah hampir sampai ke parkiran, Kania meminta izin pada Brian untuk ke kamar mandi. Brian mengizinkannya. Meski ia terlihat tidak menaruh kecurigaan, tapi sebenarnya, ia sangat waspada dan terlalu berhati-hati.
“Johan, ikuti dia!”
“Tuan muda minta saya mengikuti nona Kania?” tanya Johan agak bingung.
“Yah. Ikuti ke mana di akan pergi. Karena aku merasa, ada yang tidak beres di sini.”
“Baik tuan muda. Saya akan mengikuti nona Kania.”
Kania sampai ke kamar mandi, tempat di mana Salma dan Zara sudah menunggu kedatangannya sejak lima menit yang lalu.
Saat melihat Kania masuk ke dalam, Zara yang sudah kesal karena menunggu kedatangan Kania yang ia perkirakan terlambat, segera menarik paksa tangan Kania dengan keras.
“Zara, kamu apa-apaan sih? Sakit tahu.” Kania berucap kesal.
“Kamu yang apa-apaan. Berani banget kamu buat kita berdua nungguin kamu terlalu lama. Udah merasa jadi nyonya kamu sekarang?” tanya Zara semakin mengeraskan cengkraman tangannya.
“Zara, sudah. Jangan buang-buang waktu lagi. Keluarkan surat perjanjian yang mama titipkan padamu,” ucap Salma yang berdiri tegak sambil melihat apa yang putrinya lakukan.
“Tapi, Ma. Dia ini harus kita beri pelajaran terlebih dahulu agar dia sadar, kalau dia ini bukan siapa-siapa. Meskipun dia sudah menikah dengan tuan muda kaya raya, tapi dia harus ingat, semua itu tidak akan terjadi jika bukan karena kebaikan hatiku padanya.”
“Kalau begitu, kenapa bukan kamu saja yang menikah dengan tuan muda Brian? Kenapa kamu harus berbaik hati padaku?” tanya Kania dengan nada kesal.
"Kamu … " Zara bersiap-siap untuk melayangkan tangannya ke wajah Kania. Namun, hal itu tidak terjadi karena Salma dengan cepat mencegah niat putrinya dengan menahan tangan putrinya.
“Mama apa-apaan sih? Kenapa malah menghalangi aku untuk memberi pelajaran padanya?” tanya Zara dengan perasaan sangat kesal.
“Kamu yang apa-apaan, Zara. Kenapa kamu bertindak begitu gegabah, hah? Ini bukan saat yang tepat untuk memberikan pelajaran pada si kutu busuk putri pemimpi ini. Ada banyak mata yang akan melihatnya nanti. Kita bisa bahaya.”
“Apa maksud mama? Mama takut kalau dia akan bicara pada suaminya, si pangeran buruk rupa itu, tentang apa yang kita lakukan padanya? Mama tenang aja, dia gak akan berani bicara jika ia sayang dengan barang-barang peninggalan mamanya yang ada pada kita. Lagian, aku rasa, mama tidak perlu cemas dengan pangeran buruk rupa itu. Belum tentu ia mau mendengarkan apa yang kutu busuk ini katakan,” ucap Zara sambil tersenyum mengejek ke arah Kania.
“Zara! Pikiran kamu itu kok sempit banget. Jangan gegabah dan jangan bikin ulah sekarang. Dengarkan apa yang mama katakan jika kamu tidak ingin menghancurkan semuanya.” Salma berucap kesal pada anaknya.
Mau tidak mau, Zara terpaksa harus mendengarkan apa yang mamanya katakan. Ia terpaksa mengurung niat untuk menyakiti Kania saat ini. “Kamu selamat karena aku masih berbaik hati untuk memaafkan kamu,” ucap Zara pada Kania.
“Heh, berbaik hati padaku? Sejak kapan kamu bisa berbaik hati padaku, Zara?”
“Kania! Sudah, jangan banyak bicara jika kamu ingin barang-barang mama mu kami jaga dengan baik. Jika kamu banyak tingkah sekarang, aku pastikan, kamu tidak akan mendapatkan satupun barang-barang milik almarhumah mama mu yang semuanya berada di tangan kami,” kata Salma dengan kesal.
Tidak ada pilihan lain bagi Kania selain mengikuti apa yang mama dan adik tirinya katakan. Karena ia sangat menyayangi semua barang milik sang mama yang sudah tiada. Kania tidak ingin kehilangan satu barang pun lagi sekarang. Baginya, susah cukup ia kehilangan bingkai foto sang mama yang waktu itu karena melawan kedua ibu dan anak yang licik dan kejam ini.
Sementara itu, di luar kamar mandi, Johan sedang memantau keadaan. Sama seperti yang Brian perintahkan padanya barusan. Setelah ia mengirim pesan singkat, melapor apa yang terjadi di kamar mandi ini pada Brian, Brian pun memberikan ia perintah.
*Lihat situasinya terlebih dahulu. Jangan bertindak jika situasi masih terkendali. Jika susah tidak terkendali dan membahayakan Kania, baru kamu melakukan sesuatu sesuai keinginanmu.*
Begitulah pesan singkat yang Brian kirimkan pada Johan setelah Johan menyampaikan apa yang ia dengar dan apa yang terjadi di kamar mandi ini. Sedangkan di dalam kamar mandi, Salma memberikan sebuah surat pada Kania. Meminta Kania menandatangi surat tersebut jika ia ingin mendapatkan sertifikat milik almarhumah neneknya.
“Apa-apaan ini?” tanya Kania kaget saat membaca isi dari surat yang Salma berikan.
“Jangan banyak tanya. Tanda tangan saja surat itu, maka aku akan memberikan sertifikat milik almarhumah nenekmu.”
“Iya, Kania. Tanda tangani saja surat pemindahan harta milik keluarga papa ku ini. Karena memang seharusnya, harta itu menjadi milik kami, bukan kamu.” Zara bicara dengan nada manjanya.
Ya, surat yang Salma minta Kania menandatangani itu adalah surat pemindahan harta warisan dari tangan Kania, ke tangan Zara. Harta warisan keluarga Burhan Hermansyah tertulis atas nama Kania. Kedua ibu dan anak ini sangat gencar untuk mendapatkan harta tersebut.