Jumat, 18 Maret 2022

Episode 29 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 29 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Kata-kata yang Kania ucapkan, mampu membuat Brian takjub akan hati tulus yang gadis itu miliki. Brian benar-benar salut pada kata-kata yang Kania ucapkan padanya barusan. Ia seperti telah menemukan apa yang ia cari selama ini sekarang.

“Benarkah kamu tidak peduli dengan fisik? Bagaimana jika fisik yang aku miliki terlihat sangat mengerikan dan menakutkan? Apa kamu juga tidak akan memperdulikannya?” tanya Brian untuk memastikan sekali lagi apa yang ia pikirkan pada Kania.

“Sepertinya apa yang aku katakan barusan sudah jelas, Brian. Aku tidak akan mempermasalahkan soal fisik orang lain. Sekalipun fisiknya berbeda jauh dari manusia pada umumnya, alias jelek atau menakutkan sekalipun. Itu sepertinya tidak penting untuk dipermasalahkan. Yang paling penting itu adalah, hatinya, kelembutan dan sikap orang itu. Jika hatinya tulus dan ia baik, maka tidak ada masalahnya bagiku, sekalipun ia buruk rupa.”

“Kalau begitu, bagaimana jika aku meminta kamu mencintai aku dengan semua kekurangan yang aku miliki saat ini? Apa kamu sanggup?”

Kania kaget bukan kepalang. Ia tidak tahu apa yang harus ia jawab. Karena di satu sisi, ia masih belum yakin dengan perasaan yang ada dalam hatinya. Sedangkan di sisi lain, ia tidak ingin menolak karena ia tahu, Brian pasti berpikir, kalau apa yang ia bicarakan itu hanya omongan membuat belaka.

“Kenapa kamu diam? Apa pertanyaan ku sangat berat untuk kamu jawab? Atau … kamu tidak bisa menerima keburukan yang aku miliki?”

“Tidak. Bukan itu masalahnya. Bukan soal keburukan atau aku tidak bisa menerima kamu karena kekurangan yang kamu miliki. Hanya saja, aku tidak yakin kamu benar-benar ingin aku mencintaimu. Karena aku hanyalah seorang anak terbuang yang datang ke sini karena menggantikan anak kesayangan untuk menikah dengan kamu. Aku yakin kamu sudah tahu soal itu.”

“Lagipula, aku tidak punya kelebihan apapun untuk kamu minta aku cintai. Kita mungkin jauh berbeda, Brian.” Kania berucap pelan.

“Sudahlah, lupakan saja. Anggap saja aku hanya bercanda untuk mencairkan suasana,” ucap Brian sambil beranjak menjalankan kursi rodanya.

“Kamu bercanda? Sudah aku tebak sejak awal, kalau kamu hanya bercanda saja.” Terdengar nada kecewa dalam kata-kata yang Kania ucapkan, yang Brian sangat bisa merasakan rasa kecewa tersebut.

“Kalau aku bilang itu bukan hanya sekedar candaan, mungkin aku akan merasa sangat malu karena penolakan mu barusan.”

“Apa maksudmu? Bisakah bicara denganku jangan berbelit-belit.”

“Kania, jadilah manusia yang agak sedikit peka. Mana mungkin aku bercanda dengan kata-kata yang aku ucapkan. Hanya saja, aku tidak ingin memaksa seseorang untuk mengikuti apa yang aku inginkan. Apalagi dalam urusan cinta.” Brian bicara dengan nada yang sangat serius sekarang.

“Baiklah kalau begitu, beri aku sedikit waktu untuk belajar mencintai kamu. Karena cinta tidak bisa dipaksakan,” ucap Kania dengan nada penuh keyakinan.

“Kamu yakin ingin belajar mencintai aku, tanpa mau melihat bagaimana wajahku yang sebenarnya terlebih dahulu?”

“Tentu saja aku yakin. Seperti yang telah aku katakan sebelumnya, kalau aku tidak akan mempermasalahkan fisik mu seperti apa. Aku akan belajar mencintai dari hati, bukan dari mata.”

“Baiklah. Aku anggap kata-katamu ini sebagai janji yang harus kamu tepati jika ingin aku membantumu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Jika kamu ingkar janji, maka aku bukan hanya tidak membantu kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, melainkan, aku juga akan menjadikan kamu sebagai manusia yang menyesal telah dilahirkan ke dunia ini.”

“Tidak perlu cemas dengan apa yang aku ucapkan, Brian. Karena aku bukan manusia yang suka melupakan apa yang telah aku ucapkan.”

“Bagus kalau begitu, aku suka sifat yang kamu miliki. Tapi, tidak adil jika kamu mencintai tanpa mau melihat wajahku terlebih dahulu. Maka, sebelum kamu belajar mencintai aku, ada baiknya, aku memperlihatkan bagaimana wajahku yang aku sembunyikan di balik topeng hitam ini.”

Brian berucap sambil memegang topeng yang ada di wajahnya. Kania yang sedang duduk di sofa, merasa sangat gugup saat Brian melakukan hal itu. Namun, belum sempat Brian membuka topeng hitam yang menutupi wajahnya, pintu kamar tersebut di ketuk oleh seseorang dari luar.

“Tuan muda. Apa tuan muda ada di dalam?” tanya Johan yang berada di luar sambil mengetuk pintu kamar tersebut.

Rencana Brian ingin membuka topeng yang menutupi wajahnya pun harus tertahan. Perhatian mereka sama-sama teralihkan pada pintu yang Johan ketuk dari luar.

“Ada. Masuk saja. Pintu kamar tidak aku kunci,” ucap Brian sambil melupakan apa yang sebelumnya ingin ia lakukan.

Johan melakukan apa yang Brian katakan. Ia membuka pintu kamar tersebut, kemudian melihat ke dalam. Saat melihat Kania, ia sedikit kaget dan merasa tidak enak hati dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Johan berniat membatalkan niatnya untuk bicara dengan Brian setelah melihat Kania.
“Maaf tuan muda, saya kira tuan muda sedang sendirian. Kalau begitu, nanti saja saya bicara dengan tuan muda lewat telepon.”

“Tidak perlu. Kamu bisa bicara dengan Brian sekarang. Biar aku yang keluar,” ucap Kania cepat.

“Tidak. Kamu tidak bisa keluar karena ini adalah kamarmu.” Brian berucap sambil menatap Kania yang berniat ingin beranjak secepat mungkin.

"Ta–tapi … "

“Apa kamu ingin menghindar dari pembicaraan kita yang masih belum selesai? Apa kamu lupa, kalau aku ingin kamu tinggal di kamar ini mulai dari sekarang?”

“Aku tidak lupa, Brian. Hanya saja, sebaiknya, besok malam saja aku tinggal di kamar ini. Sedangkan malam ini, biarkan aku tinggal di kamarku yang sebelumnya. Aku ingin istirahat, sedangkan kamu ingin bicara berdua dengan Johan. Lagipula … aku lelah untuk memindahkan barang-barang ku ke sini sekarang.”

Kania memberikan alasan sebaik mungkin agar Brian percaya dan mau mengikuti apa yang ia katakan. Merasa apa yang Kania katakan itu ada benarnya, Brian pun tidak ingin menahan Kania lagi. Lagipula, ia dan Johan memang harus bicara berdua sekarang.

“Baiklah. Kamu bisa pergi dari kamar ini sekarang juga.”

“Benarkah?” tanya Kania bahagia.

“Jangan banyak tanya atau aku akan merubah apa yang telah aku ucapkan barusan.”

‘Ya Allah, baru juga merasa bahagia dan merasa simpati dengan apa yang ia alami. Eh, tapi sekarang, dia sudah bertingkah lagi. Sudah kembali lagi pada wujud aslinya, laki-laki menyebalkan dengan tarik dan tanduk yang panjang,’ kata Kania dalam hati mengutuk Brian.

“Apa kamu harus selalu bicara dalam hati jika kamu kesal padaku?” tanya Brian yang sontak saja membuat Kania kaget bukan kepalang.
Sampai-sampai, ia benar-benar gemetaran karena menahan gugup.

“A–apa yang kamu katakan? Si–siapa yang bicara dalam hati?” tanya Kania dengan gelagapan.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya