Jumat, 18 Maret 2022

Episode 30 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 30 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

 “Tentu saja kamu.”

“Tidak. Aku tidak bicara dalam hati.”
“Brian. Jangan bilang kamu bisa mendengarkan apa kata hatiku.” Kania berucap takut-takut.

“Akhirnya, kamu ngaku juga.” Brian terlihat senang.

“Apa! Ngaku apa?” Kania semakin kaget saja. Sedangkan Johan, ia hanya diam sambil menikmati tontonan gratis yang sangat jarang ia lihat dari Brian.

“Ngaku padaku kalau kamu memang sedang bicara dalam hati barusan.”

“Tidak. Tentu saja tidak.”
“Su–sudahlah. Sebaiknya aku pergi sekarang karena Johan sudah menunggu terlalu kama. Permisi,” ucap Kania sambil bergegas beranjak meninggalkan Brian karena tidak ingin kata-kata yang ia ucapkan di jawab oleh Brian lagi.

Tanpa sadar, Brian tersenyum manis melihat tingkah Kania yang tidak karuan karena gugup dan berusaha menyembunyikan apa yang sedang ia rasakan. Brian menikmati sifat Kania yang begitu polos, yang tidak bisa berbohong.

Johan masuk setelah Kania melewatinya untuk keluar dari pintu kamar tersebut. Wajah merona dari Kania, bisa ia lihat dengan sangat jelas.

“Dia sepertinya begitu polos dan tidak bisa menyembunyikan apa yang ia rasakan,” kata Johan sambil berjalan mendekat.

“Tau apa kamu tentang wanita?” tanya Brian sambil membuka topeng hitam yang menutupi wajahnya.

“Hmm … aku memang tidak tahu banyak tentang wanita. Tapi, aku rasa, aku tahu banyak tentang kamu. Tentang apa yang kamu rasakan saat ini dan bagaimana perasaanmu sekarang padanya.” Johan bicara sambil menghempaskan bokongnya ke sofa.

“Tuan muda, kamu beneran ingin mencintai dia sekarang? Apa cinta ini tidak terlalu cepat?” tanya Johan dengan nada serius.

“Siapa yang mencintai Cinderella buruk rupa yang papa sediakan untukku? Lagian, kenapa juga aku harus mencintai perempuan yang baru beberapa hari ini muncul dalam kehidupanku?”

Johan tertawa mendengar kata-kata yang Brian ucapkan. “Ha ha ha … kamu yakin ingin membohongi aku, tuan muda?”
“Tunggu, sebenarnya, kamu ingin membohongi aku atau membohongi dirimu sendiri?”

Johan bangun dari duduknya setelah ia tertawa lepas. “Aku tahu siapa kamu, tuan muda. Aku bisa membedakan sikapmu pada setiap wanita. Aku cukup memahami kamu dengan sangat amat baik. Karena kita tumbuh besar bersama-sama.”

“Tuan muda, apakah kamu yakin ingin mencintai dia secepat ini?” Johan kembali menanyakan hal yang sama setelah dia bicara panjang lebar sebelumnya.

“Kenapa tidak, Jo? Aku rasa, dia berbeda dengan wanita pada umumnya. Yang hanya menginginkan harta juga kekayaan. Penuh sandiwara dan akting di setiap gerak-gerik. Dia terlihat tulus dan tidak ada sandiwara sedikitpun di wajahnya.”

“Aku tahu dia terlihat tulus, dan lebih tepatnya, sangat polos sebagai seorang wanita. Hanya saja, ini terlalu cepat untuk mengatakan, kamu mencintainya, tuan muda. Terlalu dini untuk mengatakan, kamu jatuh cinta pada seorang perempuan yang papamu sediakan.”

“Apakah kamu tidak yakin dengan apa yang aku rasakan? Bukankah kamu yang menginginkan aku bangkit dan melupakan masa laluku yang kelam?”

“Iya, aku memang menginginkan kamu bangkit dari keterpurukan masa lalu mu yang kelam, tuan muda. Tapi, aku juga ingin kamu memperhatikan dan memahami seperti apa cinta yang akan kamu berikan padanya, sekarang dan nanti.”

“Aku tahu apa yang aku lakukan. Kamu tidak perlu mencemaskan kehidupanku sekarang. Karena aku sangat tahu, jalan yang mana yang harus aku lalui.”

Johan menarik napas panjang. Ia tidak tahu harus bicara apa lagi pada sahabat sekaligus bos yang ada di hadapannya saat ini.

“Ya sudah kalo gitu, aku hanya bisa mengingatkan kamu, agar kamu tidak salah langkah nantinya. Karena sekali kamu mencintai, aku harap, kamu tidak akan terluka lagi nantinya.”

“Oh ya, aku ke sini tadinya mau ngomong, kalau Sintya akan datang lusa. Dia minta aku mengatakan hal ini pada tuan muda, karena ia tidak bisa menghubungi tuan muda tadinya.”

“Sintya mau datang? Untuk apa?” tanya Brian sedikit tidak suka dengan kabar yang Johan bawakan.

“Maaf tuan muda, aku juga tidak tahu dia datang untuk apa. Tapi yang jelas, ia hanya mengatakan kalau dia akan datang ke sini. Itu saja.”

“Ya sudah, semuanya aku serahkan padamu. Terserah kamu mau ngurusnya bagaimana.”

“Maksud tuan muda apa?”

“Pintar-pintar kamu mau ngurus dia bagaimana. Yang jelas, jangan sampai dia merepotkan aku.” Brian berucap dengan nada kesal.

“Jika tidak ada yang mau dibicarakan lagi, kamu bisa istirahat di kamarmu. Karena aku juga ingin istirahat sekarang,” kata Brian lagi.

“Baik tuan muda. Saya permisi.” Johan kembali berucap dengan nada menghormati atasan. Kemudian, langsung meninggalkan kamar Brian secepat mungkin.

Brian terdiam memikirkan perkataan Johan setelah Johan meninggalkan kamarnya. Ia merasa kesal dengan kabar kedatangan Sintya.
Karena kehadiran Sintya pasti akan membuat hatinya merasa kesal karena ulah dari perempuan tersebut.

Sintya sebenarnya adalah sepupu Brian. Tepatnya, adik sepupu yang lahir dari kakak tiri mama Brian.

Papa Brian sangat menyayangi Sintya dan berniat untuk menjodohkan mereka berdua dengan alasan, untuk menambah kuatnya ikatan persaudaraan dengan anggota keluarga mama Brian. Tapi, Brian tidak setuju dan menolak keras niat perjodohan dari papanya. Sampai, sang papa mengalah dan tidak memaksakan lagi apa yang ia inginkan.

Namun, karena penolakan itu, hubungan Brian dengan papanya sedikit merenggang. Dan yang paling parahnya, papa Brian malah bikin ulah dengan mendatangkan gadis-gadis lain untuk ia jodohkan dengan anaknya.

Hal itu semakin membuat Brian pusing, sampai akhirnya, Kania datang dan menawarkan kerja sama yang masuk akal bagi Brian. Tapi, kerja sama itu mengubah pandangan Brian pada Kania sekarang. Karena setiap bertemu Kania, ia selalu merasa tenang dan nyaman. Ia juga seperti menemukan sesuatu yang hilang dari hatinya sebelum Kania datang.

Tapi sekarang, papanya malah bikin ulah lagi dengan mendatangkan Sintya kembali. Ia yakin seratus persen, kalau Sintya datang pasti atas permintaan papanya.

“Agghhh … sebenarnya, apa sih yang dia inginkan?” tanya Brian sangat kesal.

“Lihat saja, bagaimana aku membereskan masalah yang dia berikan padaku kali ini.”

“Dia pasti akan menyesali semua yang telah ia lakukan padaku.” Brian berucap sambil menggenggam erat tangannya.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya