Jumat, 18 Maret 2022

Episode 36 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 36 Perjodohan Membawa Bahagia

Perjodohan Membawa Bahagia

  “Apa! Brian sudah menunggu aku di bawah?” tanya Kania terlihat kaget.

“Iya nona. Tuan muda sudah siap.”

“Ya Allah, cepat sekali dia siapnya.”
“Ya sudah kalo gitu, ayo masuk bu Ninik! Dandani aku seadanya saja agar aku tidak membuat Brian menunggu terlalu lama.”

Kania membuka pintu kamar tersebut dan menampakkan seluruh tubuhnya yang sedang terbalut dress hijau tua. Bu Ninik tertegun saat ia melihat Kania yang sedang memakai dress tersebut.

“Bu Ninik. Ada apa? Apa aku tidak cocok dengan baju ini?” tanya Kania sambil melihat dirinya sendiri dari ujung kaki.

“Ti–tidak nona Kania. Nona terlihat sangat cantik dengan dress ini. Karena dress ini, sangat pas dan begitu serasi di tubuh nona Kania.”

Kania hanya tersenyum. Ia lalu mempersilahkan bu Ninik untuk segera masuk dan merias wajahnya. Karena dalam pikiran Kania sekarang hanyalah, tidak ingin membuat Brian menunggunya terlalu lama.

Bu Ninik melakukan tugasnya segera. Ia mulai mengoleskan bedak ke wajah mulus milik Kania. Wajah itu memang dasarnya sudah terlahir cantik. Jadi, hanya perlu sentuhan sedikit bedak dan beberapa alat kecantikan sedikit saja, sudah memunculkan pesona cantik yang luar biasa.

“Bu Ninik, apakah aku boleh bertanya?” tanya Kania dengan nada pelan dan hati-hati.

“Nona Kania mau bertanya soal apa pada ibu? Tanyakan saja! Jika memang ibu tahu atau ibu punya jawaban dari pertanyaan nona Kania, maka ibu akan menjawabnya.”

“Mm … ini soal dress yang aku pakai saat ini, bu Ninik. Sebenarnya, dress ini punya siapa?”

Bu Ninik tidak langsung menjawab. Ia malahan terdiam sambil menghentikan apa yang ia kerjakan sebelumnya.

“Jika bu Ninik tidak punya jawaban, tidak masalah. Aku tidak memaksa untuk bu Ninik menjawabnya.”

“Maaf nona Kania, sudah mengabaikan nona barusan. Setahu ibu, dress itu punya tuan muda. Maksudnya, dress ini milik almarhumah mama tuan muda, yang di amanah kan pada tuan muda untuk diserahkan pada istrinya setelah tuan muda menikah.”

“Jadi benar, ini dress asli buatan almarhumah mamanya Brian, bu Ninik?”

“Iyah. Ini dress asli buatan almarhumah nyonya besar. Beliau merancang dress ini sendiri, dan ia jahit sendiri pula.”

“Wah … ternyata, almarhumah mamanya Brian sangat luar biasa.”

“Iya, nyonya besar itu wanita yang multi talenta, nona Kania. Beliau bisa merancang baju, bisa memasak, bisa menyanyi sekaligus main musik, dan masih banyak lagi kebolehan yang nyonya besar miliki.” Bu Ninik berucap dengan penuh semangat.

“Wah … benar-benar luar biasa ternyata. Sayang, aku tidak bisa bertemu dengan beliau. Jika beliau masih ada, aku mungkin akan sangat dekat dengan beliau kali ya?” tanya Kania sambil memikirkan apa yang ia bicarakan.

“Tentu saja, nona Kania. Almarhumah itu adalah orang yang sangat baik. Sayang, ia harus pergi secepat itu. Kepergiannya meninggalkan luka terdalam dan keretakan di antara kedua belah keluarga, juga keretakan antara papa dan anak.”

Kania menyipitkan matanya tanda tidak mengerti. “Maksud bu Ninik?”

‘Aduh, apa yang aku katakan barusan? Jika tuan muda tahu, bisa marah besar ini,’ kata bu Ninik dalam hati.

“Ti–tidak ada. Lupakan saja apa yang ibu katakan barusan. Anggap saja ibu salah bicara, nona.”

“Oh, iya deh.” Kania berusaha menarik senyum walau hatinya menyimpan rasa kekecewaan.

“Oh ya, usah selesai?” tanya Kania berusaha mengubah pokok pembicaraan agar tidak terlihat rasa kecewanya.

“Oh iya, sebentar. Tinggal sedikit lagi.” Bu Ninik kembali melanjutkan pekerjaannya dengan cepat.

Lima menit kemudian, Kania keluar dari kamarnya. Dengan langkah anggun ia berjalan menuruni anak tangga. Dia benar-benar cantik sampai Brian tidak bisa mengedipkan matanya saat melihat Kania yang berjalan perlahan menuruni anak tangga tersebut.

Bukan hanya Brian saja yang terpesona dengan wajah cantik milik Kania, pak Hadi dan Ikhsan yang ada di depan pintu pun merasakan hal yang sama. Mereka memuji Kania dengan tampilan elegan yang begitu cantik mempesona dalam hati masing-masing.

‘Tuhan … dia cantik sekali. Seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan. Andai saja dia seorang pekerja yang posisinya sama dengan aku, mungkin, aku sudah memperjuangkan dirinya dengan seluruh nyawaku,’ kata Ikhsan dalam hati dengan seluruh kekaguman.

‘Nona Kania benar-benar cantik. Ia sangat serasi dengan tuan muda. Pantas saja tuan muda menerima dia sebagai istri kemarin. Ternyata, ini alasannya,’ kata pak Hadi ikut bicara dalam hati.

Sementara itu, Johan yang berniat masuk untuk menemui Brian pun, ikut terdiam di depan pintu ketika ia melihat Kania yang sedang berjalan mendekat ke arah Brian. Ia pun tidak bisa memungkiri dan tidak bisa menahan hati untuk tidak menggagumi Kania sekarang.

‘Ya ampun … dia ternyata begitu cantik. Pantas saja Brian begitu bersemangat mengatakan cinta terlalu cepat padanya,’ kata Johan ikut memuji.

Kania sampai di hadapan Brian. Brian masih terdiam dengan tatapan yang terus tertuju pada Kania tanpa berkedip.

Dengan perasaan kesal, Kania memanggil Brian sambil membunyikan tangannya.
“Brian!”

Seketika, Brian tersadar. Ia sedikit merona akibat malu dengan apa yang baru saja terjadi.
“Kamu apa-apaan sih, Kania. Kaget tahu,” ucap Brian berusaha menenangkan hati dan menyembunyikan perasaan.

“Kaget? Kenapa?”

“Tidak ada. Jangan banyak tanya. Ayo berangkat sekarang!” ucap Brian sambil beranjak.

“Uh … gak ada manis-manisnya kamu Brian.” Kania berucap sambil mengikuti langkah Brian dari belakang.

“Apa kamu bilang?” tanya Brian sambil membalikkan tubuhnya dan menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Hal itu menciptakan sebuah tabrakan yang berakhir dengan sebuah pelukan.

Kania yang tak menyangka Brian akan berhenti melangkah, membuat ia harus menabrakkan kepalanya ke dada bidang milik Brian. Dan akhirnya, tubuh Kania hilang kendali, hampir jatuh karena kaget. Untung saja Brian sigap menangkap tubuh mungil itu, lalu ia bawa ke dalam pelukannya.

Untuk beberapa saat, mereka saling tatapan dengan detak jantung masing-masing yang terasa dua kali lebih cepat. Kemudian, mereka sama-sama tersadar dan kembali ke posisi sebelumnya.

“Hati-hati kalo jalan,” ucap Brian sambil memutar kembali tubuhnya.

“Lah … kenapa kamu sepertinya sedang menyalahkan aku atas apa yang terjadi barusan?” tanya Kania dengan nada kesal.

“Jika kamu hati-hati, hal tadi tidak akan terjadi.”

“Kamu yang sengaja berhenti tiba-tiba, tapi malah menyalahkan aku.”

"Tunggu! Kamu … "
Kania melihat Brian dengan tatapan tak percaya. Memandang Brian dari ujung kaki sampai kepala. Karena ia baru ingat kalau Brian tidak menggunakan topeng hitam dan kursi rodanya lagi sekarang.

“Apa?” tanya Brian penasaran.

"Kamu … " Kania tetap tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. Hanya mata yang terus tertuju pada kaki membuat Brian mengerti apa yang ingin Kania katakan.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya