Jumat, 18 Maret 2022

Episode 39 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 39 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Sampai di pintu belakang, mereka barulah bertemu dengan dua pelayan. Pelayan itu menyambut Brian dengan sangat hormat.

“Selamat datang tuan muda. Silahkan,” ucap salah satu dari pelayan tersebut. Sedangkan yang satunya lagi, membuka pintu.

Saat pintu terbuka, mata Kania pun ikut terbuka lebar. Pintu belakang rumah makan unik ini ternyata adalah sebuah taman yang sangat indah.

Ada beberapa meja makan dengan bentuk hati di taman tersebut. Namun, tetap saja, tidak ada orang lain selain mereka berdua dan beberapa pelayan yang sedang berdiri tegak. Pelayan itu membungkuk memberi hormat pada mereka saat melihat mereka berdua berjalan memasuki taman tersebut.

“Silahkan Kania.” Brian berucap sambil menarik kursi untuk Kania.

"Brian, ini … "

“Inilah tempat yang ingin aku ajak kamu datangi. Sebenarnya, aku ingin kita menghabiskan waktu beberapa jam di sini. Sambil makan siang, menikmati pemandangan. Tapi sayangnya, kita tidak bisa berlama-lama di sini hari ini. Karena kita akan pergi ke rumah papamu.”

“Aku minta maaf untuk itu,” ucap Kania sambil tertunduk.

“Tidak masalah, Kania. Kamu tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Kita bisa datang ke sini lagi lain waktu. Asal kamu tidak keberatan saja.”

Kania tersenyum manis penuh ketulusan. Kali ini, senyum yang mengagumkan itu mampu membuat Brian melayang untuk beberapa saat.

“Semoga kamu menyukai tempat ini, Kania.”

“Tentu saja aku suka. Tempat ini sangat indah, dan … sangat tenang dan damai.”
“Tapi Brian, bukankah ini rumah makan? Tapi, kenapa hanya ada kita berdua saja?” tanya Kania tidak bisa lagi menutupi rasa penasarannya.

“Iya, ini rumah makan unik yang ada di kota ini. Namanya, rumah makan penuh cinta. Memang seharusnya, rumah makan ini penuh dengan pasangan yang berkunjung untuk makan secara romantis. Jika kamu tanya kenapa rumah makan ini sepi hari ini, itu karena aku telah membooking rumah makan ini dua hari yang lalu untuk kita berdua. Jadi, hari ini, hanya ada kita berdua saja di sini.”

"O–oh … " Kania berucap sedikit kaku setelah mendengarkan penuturan dari Brian. Ia tak menyangka kalau Brian melakukan hal itu untuk dirinya.

Membooking rumah makan terkenal dengan pengunjung yang ramai, itu pasti harganya sangat mahal. Brian rela menghabiskan banyak uang hanya untuk makan berdua dengannya. Hal itu mampu mencuri sedikit perhatian dan rasa suka dalam hati Kania untuk Brian sekarang.

“Kenapa, Kania? Kamu gak suka dengan apa yang aku lakukan?”

Pertanyaan itu membuat Kania tersadar dari apa yang ia pikirkan. Dengan cepat, ia menggelengkan kepalanya.
“Tidak-tidak. Aku tidak bilang tidak suka.”

“Lalu, kenapa kamu diam saja sekarang? Ayo dicicipi makanan khas rumah makan ini!” ucap Brian sambil melihat piring berbentuk hati yang ada di hadapan Kania.

Karena rasa grogi yang sangat kuat. Kania langsung saja melahap apa yang ada di hadapannya tanpa menjawab perkataan dari Brian terlebih dahulu. Brian hanya bisa tersenyum melihat tingkah Kania yang sangat lucu.

Selesai makan, Brian langsung mengeluarkan kotak kayu yang ia dapatkan dari toko emas tadinya. Mata Kania sontak langsung tertuju pada barang tersebut, karena sejak awal, dia sangat penasaran dengan isi dari kotak tersebut.

“Kania, ini untuk mu.” Brian bicara sambil menyodorkan kotak unik yang ada di tangannya.

“Untuk … untuk aku?” tanya Kania dengan nada tak percaya sambil menunjuk dirinya sendiri.

“Iya. Untuk kamu. Ayo ambillah!”

Kania menerima kotak tersebut dengan rasa yang sangat penasaran. Penasaran antara takut dan ingin tahu apa isi dari kotak tersebut. Satu sisi, ia takut kalau itu sesuatu yang membahayakan. Karena ia memiliki tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi. Apapun yang terasa mencurigakan, itu ia pikir sesuatu yang buruk dan membahayakan dirinya. Sedangkan di sisi lain. Ia benar-benar ingin tahu apa isi dari kotak unik itu.

“Apa ini?” tanya Kania saat kotak itu sudah ada di tangannya.

“Buka saja sendiri. Maka kamu akan tahu apa isi di dalamnya.”

Kania melakukan apa yang Brian katakan. Ia membuka kotak tersebut dengan hati-hati. Saat kotak itu terbuka, mata Kania membulat karena tak percaya. Ia melihat sebuah kalung berlian dengan liontin batu rubi berwarna hijau muda yang sangat terang.

"B–Brian. Ini … "

“Itu kalung untukmu.”

“Ini untukku?” tanya Kania dengan nada yang masih tidak percaya. Sedangkan matanya, tidak bisa ia alihkan dari kalung tersebut. Ia benar-benar mengangumi kalung itu.

“Iya Kania, itu untukmu. Aku pesan khusus buat kamu. Desain kalung itu aku minta secara khusus. Jadi, tidak akan ada duanya. Selain itu, kotaknya juga aku minta secara khusus pada pembuatnya. Jadi, kamu bisa menyimpan perhiasan mu nanti di dalamnya.”

Kania terdiam untuk beberapa saat. Ia terus melihat kalung itu dengan seribu kekaguman yang ada dalam hatinya. Namun, beberapa menit kemudian, ia mampu memindahkan matanya dari kalung tersebut. Lalu, menutup kotak kayu itu dan menyodorkan kembali pada Brian.

“Brian. Maaf, aku tidak bisa menerima kalung ini.”

“Tidak bisa menerimanya? Kenapa? Apa karena kamu tidak menyukai bentuknya? Atau apa? Katakan padaku apa alasannya!” Brain terlihat sangat kesal sekarang.

"Brian. Kalung ini sangat bagus. Aku juga sangat suka dengan bentuk dari kalung ini. Tapi … "

“Tapi apa, Kania? Katakan saja! Jika kamu tidak suka, maka aku akan pesankan yang baru untukmu. Bagaimana?”

“Tidak-tidak. Tidak perlu memesan yang lain lagi untukku. Karena aku tetap tidak akan bisa menerimanya. Alasannya cuma ada satu Brian. Kalung ini tidak cocok untuk aku. Kalung ini terlalu mahal dan terlalu berharga. Mana mungkin aku pantas menerima barang semahal ini darimu. Kamu mau terima aku dalam rumahmu saja susah sangat cukup bagi aku, Brian. Tidak perlu ada kalung berlian seperti ini lagi. Karena aku merasa tidak pantas, dan semakin tidak pantas saja.”

“Ya Tuhan Kania. Jangan bicara seperti itu padaku. Apakah kamu lupa, kalau aku akan berusaha mengejar cintamu bagaimanapun caranya? Karena aku ingin menjadikan kamu sebagai istriku yang sesungguhnya. Bukan hanya sebatas perjanjian, juga bukan hanya sebatas sandiwara.”

“Tapi bukan ini caranya, Brian. Aku bukan perempuan matre yang cintanya bisa kamu beli dengan uang. Lagipula, aku dan kamu itu baru kenal. Kita masih butuh banyak belajar untuk saling mencintai. Seperti yang aku katakan padamu sebelumnya. Kita harus belajar terlebih dahulu.”

“Baiklah. Kamu benar. Kita memang butuh banyak belajar untuk saling mencintai satu sama lain. Kalau begitu, mari kita sama-sama belajar untuk saling mencintai, Kania.”

“Tapi sebelum itu, aku mohon terima kalung ini. Setidaknya untuk kamu pakai saat kita datang ke rumah papamu nanti.”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya