Jumat, 18 Maret 2022

Episode 43 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 43 Perjodohan Membawa Bahagia

Perjodohan Membawa Bahagia

 “Aku ingin tahu, kenapa Brian terlihat kesal dan sepertinya sangat tidak suka pada Sintya? Bukankah mereka saudara sepupuan? Harusnya, mereka dekat, bukan?”

“Mereka memang dekat dulunya. Tapi, tuan muda berubah menjadi tidak suka setelah tau papanya ingin menjodohkan mereka berdua.”

“Cuma karena itu saja, Brian malah membenci Sintya? Bukankah itu terlalu berlebihan. Bagaimana dia bisa benci dengan sepupunya, padahal itu bukan salah sepupunya.”

“Maaf nona Kania. Saya juga kurang tahu. Tapi yang jelas, tuan muda punya alasan yang kita tidak ketahui alasan pasti kenapa dia tidak suka pada sepupunya.”

“Oh ya, pak Hadi benar. Brian pasti punya alasan tersendiri kenapa ia benci Sintya.” Kania sambil tersenyum tidak enak pada pak Hadi.

Ia kesal pada dirinya sendiri. Entah mengapa, ia malah bicara terlalu banyak tanpa bisa ia kendalikan. Ia malu sekali sekarang. Terlihat sekali kalau dia begitu ingin tahu tentang kehidupan Brian sebelumnya. Alias, terlihat sekali kalau saat ini, dirinya sedang cemburu.

'Ya Allah … aku kok malah ngurus hidup Brian terlalu jauh sih. Kalau begini, aku terlihat sekali seperti gadis cerewet dan paling pencemburu. Aduh … " Kania bicara dalam hati sambil memukul pelan kepalanya dengan tangan.

Akhirnya, mobil mereka sampai juga ke tempat yang ingin mereka tuju. Pak Dayat bergegas turun untuk membuka pintu mobil buat Kania. Sedangkan pak Hadi, ia berjalan pelan sambil memperhatikan sekeliling rumah orang tua Kania.

Pak Hadi merasa bingung dengan apa yang ia lihat sekarang. Apa yang ia bayangkan saat ia berada dalam perjalanan, itu sangat berbeda jauh dengan apa yang ia lihat sekarang.

Sebelumnya, ia membayangkan kalau ada sambutan yang meriah saat Kania pulang. Setidaknya, ada sambutan untuk Kania di depan pintu. Tapi sekarang, yang ia lihat malah berbanding terbalik. Jangankan di tunggu di depan pintu, reaksi orang di dalan rumah saja tidak terlihat sama sekali.

“Nona Kania, apa ini benar-benar rumah nona?” tanya pak Hadi agak bingung.

“Iya, pak Hadi. Ini rumah orang tua saya sebelumnya. Tapi sekarang, tidak lagi. Almarhumah mama sudah tidak tinggal di dini, dan saya juga sama. Tidak tinggal di sini alias sudah pindah dan sudah bukan menjadi rumah saya lagi.”

“Ya ampun. Bicara panjang lebar di depan pintu masuk rumah orang. Makin gak ada sopan santunnya saja setelah menikah,” kata Salma yang tiba-tiba muncul dari samping rumah.

“Mama.” Kania sedikit kaget saat melihat kemunculan Salma yang ia perkirakan tidak ada sebelumnya.

“Kenapa? Kaget saat melihat aku?”

“Tidak. Aku tidak kaget. Hanya sedikit tak percaya dengan kemunculan mama yang tiba-tiba. Soalnya, aku mengira mama tidak akan menyambut kedatanganku ke rumah ini. Tapi, aku salah. Ternyata mama menyambut kepulangan ku.”

“Aduh, udah deh. Jangan banyak drama kamu Kania. Mentang-mentang datang bareng dengan orang-orang suamimu, kamu mau nunjukin muka. Ya ampun, basi tau nggak.”

“Apa yang bisa orang-orang suami mu ini lakukan sih untuk kamu, hmm? Aku tahu betul siapa suami mu itu. Dan juga, mana mungkin dia perduli dengan kamu, kan?”

“Nyonya Burhan. Sebaiknya, anda jaga bicara anda jika tidak ingin dapat masalah. Anda akan berurusan dengan tuan muda kami jika anda berani menyingung apalagi menyakiti hati istrinya,” kata pak Hadi angkat bicara setelah lama terdiam.

“Wah … aku takut sekali. Tolong … aku takut dapat masalah,” kata Salma sambil memasang wajah takut dengan memeluk kedua tangan ke badannya. Detik kemudian, Salma berubah posisi. Ia malah tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya.

"Ya ampun. Lucu sekali ajudan mu ini, Kania. Dia bilang … "

Salma tidak melanjutkan kata-kata saat matanya menangkap mobil hitam yang datang mendekat ke arah mereka. Detik berikutnya, sandiwara pun mulai ia mainkan dengan menampar kedua pipi, lalu memegang kedua tangan Kania seolah-olah, Kania sedang menindas nya.

“Kania maafkan mama. Mama tidak sengaja merusak gaun milik mama mu. Mama minta maaf untuk itu. Tolong jangan marah sama mama.”

Sebelum sempat Kania menjawab. Suara kasar terdengar begitu marah dengan apa yang Salma katakan.

“Kania apa yang kamu lakukan!” Burhan berteriak dengan keras sambil bergegas turun dari mobil.

Kania menoleh ke samping. Ia melihat papanya yang masih berada di jalanan depan rumah mereka. Wajah papanya terlihat begitu marah dengan tatapan tajam yang seolah-olah, siap menerkam Kania.

Di belakang mobil papanya, terdapat sebuah mobil sport oranye yang sangat familiar di mata Kania. Mobil itu membawa Kania pada ingatan masa lalu seketika. Di mana, ia dan pemilik mobil tersebut sering pergi bersama menikmati akhir pekan atau sekedar makan angin saat sore menjelang.

Tapi tiba-tiba, ingatan itu hancur seketika. Hancur berkeping-keping bak kaca cermin yang pecah karena terjatuh, saat pemilik mobil itu keluar bersama perempuan yang sangat ia kenali wajahnya.

“Dafa.” Hanya itu yang mampu Kania ucapkan dengan nada yang sangat pelan saat Dafa melihatnya dengan tatapan tajam.

Kemudian, dengan cepat, Kania mengalihkan pandangannya dari Dafa. Ia merasakan sebuah rasa sakit yang sedang menghampiri hatinya saat ini. Rasa sakit yang terasa perlahan, namun semakin lama semakin kuat saja.

Sekuat tenaga, Kania menahan rasa itu agar air matanya tidak mengalir sebagai tanda kalau hatinya benar-benar sedang terluka. Entah kenapa, dan entah bagaimana caranya, wajah Brian tiba-tiba saja muncul dalam ingatan Kania. Hal itulah yang membuat hati Kania seakan terobati dengan sendirinya. Dan sakit yang menghampiri, seakan pergi begitu saja.

Burhan sampai di hadapan Kania. Karena rasa kesal dan emosi yang sedang menguasai hatinya, ia ingin langsung melayangkan tangan untuk menampar Kania. Tapi, hal itu tidak terjadi karena pak Hadi dengan sigap menahan tangan Burhan agar tidak menyentuh pipi Kania.

“Apa yang kamu lakukan! Lepaskan tanganku! Jangan ikut campur urusan keluarga kami. Kamu bukan siapa-siapa!” Burhan bicara sambil berteriak dengan nada sangat tinggi.

“Tuan Burhan. Ingat satu hal ini baik-baik. Meskipun aku bukan siapa-siapa, tapi aku ini adalah orangnya tuan muda, Brian. Siapapun tidak diizinkan untuk menyakiti tubuh dan hati istrinya tuan muda jika tidak ingin berurusan dengan tuan muda kami.”

“Dengarkan aku baik-baik! Dia itu putriku. Aku berhak menghukumnya jika dia salah. Dia ini tidak punya sopan santun, jadi tidak salah jika aku menghukumnya. Aku yakin, tuan muda kamu itu juga akan memakluminya.”

“Tidak ada kata memaklumi jika itu istri tuan muda. Meskipun dia anak tuan Burhan, tapi sekarang, dia adalah menantu keluarga Aditama. Sebaiknya, tuan Burhan pertimbangkan lagi jika ingin menyakiti orang-orang nya Aditama, apalagi keluarga Aditama.”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya