Jumat, 18 Maret 2022

Episode 46 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 46 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Mobil melaju kencang membelah jalan raya. Kania masih setia dengan air mata walaupun mereka hampir saja sampai ke vila Camar sekarang.

Air matanya tidak bisa ia tahan meski ia tidak menginginkan dirinya bersedih akibat apa yang baru saja terjadi. Niat awal untuk mengambil barang-barang sang mama, malah berubah menjadi pertunjukan yang luar biasa menguras emosi dan menciptakan sakit yang luar biasa.

‘Dafa bodoh. Aku menyesal mencintaimu selama ini. Bahkan, aku sangat menyesal menyimpan kamu dalam hatiku hingga detik ini. Kalau kamu kamu laki-laki yang sangat bodoh dan kejam, aku bahkan tidak sudi mencintai kamu,’ kata Kania penuh sesal dalam hatinya.

Saat mobil berhenti di depan gerbang masuk vila, pak Hadi menoleh ke belakang untuk melihat Kania. Tepat saat itu, Kania sedang menghapus air mata dengan tangannya. Saat itulah, pak Hadi melihat tangan Kania yang memerah, bekas cengkraman Zara tadi.

"Nona Kania! Tangan nona … "

Mendengar kata-kata itu, Kania segera menyembunyikan tangannya dari pandangan pak Hadi. “Aku gak papa pak Hadi,” ucap Kania cepat.

"Tapi nona … "

“Sudah, aku gak papa. Jangan cemas.”
“Oh ya, tolong jangan katakan apapun pada Brian, tentang apa yang terjadi di rumah papaku. Aku tidak ingin dia marah dan cemas nantinya.”

"Tapi nona Kania … "

“Pak Hadi. Aku mohon. Aku tidak ingin menjadi penyebab masalah untuk semua orang. Aku gak ingin, Brian semakin pusing dan semakin terbebani. Bukankah hari ini, dia sudah cukup terbebani dengan masalah yang menimpa hidupnya?”

“Baiklah nona Kania, saya tidak akan bicara apapun. Tapi … bagaimana jika tuan muda menanyakan sesuatu pada saya. Apa yang akan saya katakan nantinya?”

“Pak Hadi bisa jawab, kalau aku melarang pak Hadi bicara. Dengan begitu, pak Hadi terselamatkan.”

'Andai saja tuan muda bisa aku katakan seperti itu, maka dunia ini akan sangat luar biasa. Tapi sayangnya, itu bukan sifat tuan muda, nona Kania. Aduh … ’ Pak Hadi mengeluh dalam hati.

“Pak Hadi.” Kania memanggil pak Hadi karena orang tua itu diam saja setelah mendengarkan apa yang ia katakan tadi.

“Eh! Iya nona. Ada apa?”

“Kita sudah sampai. Aku akan turun sekarang. Pak Hadi jangan lupa apa yang aku katakan, ya.”

“Baik nona.” Pak Hadi berucap pasrah yang terdengar sangat lemah.

Saat Kania masuk ke dalam rumah, ia langsung di sambut oleh bu Ninik yang memang ditugaskan untuk menunggunya sejak tadi.

“Nona Kania sudah pulang?” tanya bu Ninik memulai pembicaraan.

“Iya, bu Ninik.”
“Oh ya, saya mau langsung ke kamar saja. Karena sangat lelah sekarang.”

“Oh iya. Baiklah nona.”

“Permisi bu Ninik.” Kania berucap dengan nada tanpa ada semangat sedikitpun.

“Iya nona.”

Bu Ninik mengikuti langkah Kania dari belakang. Entah apa sebabnya, Kania juga tidak mengerti. Yang jelas, itu membuat Kania merasa penasaran dan risih.

“Bu Ninik mau ke atas juga?” tanya Kania agak kesal saat Bu Ninik mengikutinya sampai ke anak tangga.

“Iy–iya, nona … Kania. Ibu juga … mau ke atas.” Bu Ninik berucap dengan nada sedikit gelagapan dan terdengar aneh. Kania langsung bisa menangkap, kalau saat ini, ada yang tidak beres dengan bu Ninik.

“Apa ada masalah di vila ini, bu Ninik. Jika ada, katakan saja. Aku gak akan masuk dan gak akan naik ke atas jika ada masalah,” kata Kania langsung menyimpulkan.

Bu Ninik seketika memperlihatkan wajah kaget dengan apa yang Kania katakan. Ia merasa bersalah dan tidak enak hati sekarang.

"Maaf nona. Sebenarnya tidak ada masalah apa-apa. Hanya saja, barang-barang nona Kania sudah tuan muda pindahkan … "

“Ia pindahkan ke mana barang-barangku?” tanya Kania memotong pembicaraan bu Ninik dengan nada santai.
"Apa ia pindahkan ke kamar tamu, atau … "

“Tidak nona Kania. Tuan muda memindahkan semua barang nona Kania ke kamarnya.”

“Apa!? Brian pindahkan barang-barang ku ke kamarnya? Di mana Brian sekarang?”

Sebaliknya, Kania terlihat sangat amat kaget saat tahu kalau barang-barangnya telah berada di kamar Brian. Itu artinya, ia dan Brian sekarang tinggal di satu kamar yang sama.

“Tuan muda … tuan muda sedang berada di taman saat ini, Nona.”

“Baiklah, aku akan ke taman untuk bicara dengannya.” Kania berucap sambil beranjak dari tempatnya. Namun, bu Ninik sepertinya tidak setuju dengan apa yang ia ingin lakukan.

Bu Ninik menahan tangan Kania yang ingin berjalan meninggalkan anak tangga untuk menuju taman. Kania melihat tangan bu Ninik. yang memegang tangannya. Kemudian, Kania beralih melihat wajah bu Ninik.

Merasa ada yang salah dengan apa yang ia lakukan, bu Ninik segera melepaskan tangan Kania yang ia pegang. “Maaf, maafkan ibu, nona Kania. Ibu lancang menghalangi nona yang ingin pergi ke taman.” Bu Ninik berucap dengan nada sangat menyesal dan takut.

Kania tersenyum sebelum menjawab.
“Gak papa bu Ninik. Tidak perlu minta maaf karena aku tidak merasa bu Ninik ada salah padaku. Sebaliknya, aku yang merasa bersalah karena telah membuat bu Ninik tertekan.”

“Nona … Kania.” Bu Ninik menatap Kania dengan tatapan haru. Ada rasa bangga dan bahagia ketika kata-kata itu masuk ke dalam hatinya.

Perlakuan Kania yang begitu lembut membuat ia merasa sangat terharu dan penuh syukur akan kehadiran Kania sebagai istri dari Brian, tuan muda yang ia rawat sejak kecil itu. Ia merasa, sang pencipta telah mengabulkan doanya yang selalu ia ucap. Ia ingin Brian mendapatkan wanita terbaik untuk dijadikan istri, setelah sekian banyak gadis cantik yang didatangkan ke pada Brian waktu itu.

“Bu Ninik.” Kania memanggil sambil menyentuh pelan bahu wanita paruh baya tersebut.

Seketika, bu Ninik tersadar dari lamunannya.
“Iy–iya, nona Kania. Ada apa?”

Kania tersenyum. “Lho, kok malah nanya saya sih, bu Ninik. Seharusnya, saya yang nanya sama bu Ninik. Ada apa? Kok bu Ninik malah bengong.”

“Ya ampun. Maafkan saya nona Kania. Saya telah membuat nona bingung dengan sikap saya.”

“Bu Ninik nyembunyiin apa sih dari aku? Jika ada hal-hal yang tidak benar, katakan saja. Tidak perlu di rahasiakan. Aku gak akan marah, dan gak akan bikin masalah kok.”

Bu Ninik menatap wajah polos Kania. Ia merasa kasihan untuk mengatakan soal Brian dan Sintya. Tapi, ia lebih kasihan lagi sekarang, saat wajah polos itu merasakan kebingungan dan penasaran.

Dengan berat hati, bu Ninik menceritakan semuanya tentang apa yang terjadi hari ini, dan tentang Brian yang pulang bersama Sintya.
Kania terlihat biasa saja dengan apa yang bu Ninik katakan. Wajahnya tidak terlihat kaget atau marah. Karena sebelumnya, ia sudah menyiapkan hati sebelum bu Ninik bicara.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya