Jumat, 18 Maret 2022

Episode 49 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 49 Perjodohan Membawa Bahagia

 

 

Perjodohan Membawa Bahagia

“Lho, kalo gak yakin kenapa kamu mau menikah dengannya, Dafa? Kamu ini gimana sih?” Papanya terlihat kesal dengan jawaban yang Dafa berikan. Sedangkan sang mama, hanya bisa menggeleng pasrah sambil melihat wajah bingung dari anaknya.

“Aku tidak punya pilihan lain, Ma, Pa. Seperti yang mama katakan tadi, aku merasa sangat kesal karena ulah Kania. Dia benar-benar jahat padaku. Aku ingin dia merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Dengan menikahi Zara, aku juga bisa tetap bersama Kania.”

“Apa maksud kamu Dafa? Jangan aneh-aneh kamu ya,” kata mamanya dengan tatapan tajam penuh selidik.

“Jujur, Ma, Pa. Aku tidak bisa memungkiri kalau aku masih sangat mencintai Kania walau pengkhianatan yang ia berikan padaku ini terasa sangat menyakitkan. Aku ingin dia sadar dan menyesali apa yang telah ia perbuat padaku, Ma, Pa.”

“Dafa, apa kamu sudah tidak waras lagi sekarang? Apa akal sehatmu sudah hilang?” tanya sang papa naik emosi.
“Apa yang kamu perbuat ini tidak akan menyelesaikan masalah kamu nantinya. Tapi malahan, akan menambah besar masalah yang kamu hadapi. Kamu akan mengorbankan masa depan kamu dan Zara.”

“Iya, Dafa. Kasihan Zara yang tidak tahu apa-apa, malah jadi korban dari keegoisan kamu, Nak.” Mamanya ikut menasehati.

“Mama sama papa tenang saja. Aku tidak akan menyakiti Zara kok, Ma, Pa. Aku akan belajar mencintai dia setelah kami menikah.”

“Ya Tuhan … papa tidak tahu bagaimana jalan pemikiran kamu sebenarnya, Dafa. Semakin lama, kamu semakin membuat papa kebingungan dengan apa yang kamu sampaikan. Sekarang, terserah padamu saja. Papa tidak ingin ikut pusing memikirkan keputusan gila yang kamu ambil ini,” ucap papanya sambil bangun dari duduk.

“Tapi, Pa. Apa papa bersedia datang ke rumah om Burhan nanti malam untuk melamar Zara?”

“Terserah kamu saja. Jika kamu memang ingin melamar Zara, maka papa ikut saja. Tapi satu hal yang harus kamu ingat, jangan cari papa jika terjadi masalah dalam rumah tangga kamu di kemudian hari.”

“Papamu benar, Dafa. Sebaiknya, kamu pikirkan lagi niat kamu untuk menikahi Zara. Sebelum nasi menjadi bubur, kamu masih bisa mengubahnya.” Mamanya juga ingin beranjak meninggal Dafa yang mereka pikir, sudah tidak bisa diajak bicara baik-baik lagi.

Kini, tinggal Dafa sendirian di ruang keluarga.
“Kalian jangan cemas dengan keputusan yang aku ambil, Ma, Pa. Karena aku sudah yakin, seyakin-yakinnya dengan keputusan ini.”

“Meskipun ini terasa tidak masuk akal dan menyakitkan Zara nantinya, jika ia tahu kalau aku menikahi dia hanya karena Kania. Tapi, aku tidak punya cara lain selain cara ini. Aku ingin Kania menyesal telah meninggalkan aku,” kata Dafa bicara pada dirinya sendiri.

Sementara itu, di rumah Burhan. Salma dan Zara sedang ngobrol di kamar Zara. Mereka membicarakan apa yang baru saja terjadi.

“Ma, aku kok merasa Kania diperlakukan dengan sangat baik ya, di rumah keluarga Aditama,” ucap Zara sambil memeluk guling nya.

“Maksud kamu?” tanya Salma dengan tatapan penuh selidik.

“Ya coba aja mama pikirkan bagaimana penampilan dan seperti apa tangung jawab pembantu yang datang bersamanya. Dia sepertinya, benar-benar di anggap istri tuan muda di kediaman Aditama.”

“Iya juga sih. Mama juga merasa ada yang mengganjal dengan penampilan Kania tadi. Dia begitu cantik dan begitu diperhatikan oleh pembantu tua itu.”

“Eh tapi, Ma. Kenapa juga kita harus mikirin soal Kania dan segala perubahan dia. Secantik apapun dia, tetap saja, dia tidak bisa mengalahkan aku. Soalnya … aku sudah berhasil membuat kak Dafa menyatakan cintanya padaku di depan Kania,” kata Zara dengan sangat bahagia.

“Aku gak kebayang lho Ma, bagaimana sakitnya
Kania saat kak Dafa bilang, ia ingin menikahi aku dan akan menyatukan kedua perusahaan kita. Aku yakin, saat itu, Kania pasti hancur banget.”

“Tentu saja dia hancur dan sangat sakit hati. Secara, Dafa itu adalah orang yang paling ia cintai. Mama gak sabar lihat kalian menikah. Mama yakin, Kania pasti semakin hancur nantinya.”

“Iya, Ma. Aku juga gak sabar buat nunggu hari pernikahan itu. Semoga aja, kak Dafa menikahi aku secepatnya. Agar aku bisa memperlihatkan pada Kania, kalau apapun yang ia miliki, semuanya bisa aku rebut.”

“Kamu memang anak mama. Anak satu-satunya mama yang paling pinter. Mama akan siapkan sebuah kejutan buat Kania nantinya di hari pernikahan kamu. Mama yakin, Kania pasti akan datang bersama suami cacatnya itu.”

“Mama mau nyiapin kejutan apa?” tanya Zara dengan tatapan penuh penasaran.

“Lihat saja nanti.”

“Ih mama. Selalu aja begitu sama aku. Selalu main rahasia-rahasiaan sama anak sendiri.”

“Biarin aja. Biar kamu belajar mikir supaya otakmu semakin pintar.” Salma berucap sambil beranjak dari duduknya.

“Mama ih … aku udah pintar. Gak perlu belajar mikir lagi supaya pintar,” ucap Zara dengan perasaan sangat kesal.

_____

“Jadi, kamu tidak berhasil mendapatkan barang-barang almarhumah mama kamu?” tanya Brian dengan tatapan serius.

“Tidak. Aku tidak berhasil mendapatkan barang-barang milik mamaku.” Terdengar nada sedih dalam ucapan Kania barusan. Brian sangat memahami hal itu.

“Jangan sedih. Jika kamu tidak mendapatkan barang-barang itu tadi, maka aku akan suruh beberapa anak buah ku mengambil barang-barang itu nanti malam. Tidak akan ada yang berani menolaknya jika anak buah ku sudah bertindak.”

“Tidak! Jangan Brian. Jangan lakukan itu. Nanti, aku takut papaku akan bicara pada papamu. Aku tidak ingin kamu dapat masalah karena aku.”

“Kania. Tidak akan ada masalah apapun dengan aku. Kenapa kamu sekarang jadi takut begini? Bukannya kemarin, kamu ingin aku membantumu, Kania?”

“Kemarin, aku tidak tahu kalau kamu punya kelemahan. Dan aku juga tidak tahu kalau papamu mencarikan kamu jodoh hanya untuk menyadarkan kamu, kalau tidak ada wanita yang cocok denganmu selain Sintya.”

“Kania. Aku tidak peduli dengan apa yang papaku rencanakan dan apa yang akan terjadi. Seperti yang sudah sama-sama kita sepakati, aku akan membantu kamu, dan kamu juga akan membantu aku. Kita akan bekerja sama.”

"Tapi, Brian … "

“Jangan banyak pikir, Kania. Apa kamu tidak sayang dengan barang-barang milik almarhumah mama kamu? Apa kamu ingin mereka menghancurkan barang-barang yang sangat berharga itu?”

“Tidak akan. Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan harta berharga milikku. Sudah cukup mereka melakukan hal itu kemarin-kemarin. Sekarang, jangan harap, mereka bisa melakukannya lagi.”

“Ya sudah kalo gitu, nanti malam, aku akan kirim orang untuk ambil barang almarhumah mama kamu.”

“Tidak. Tidak perlu melakukan hal itu, Brian. Kamu sebaiknya jangan turun tangan dulu sekarang. Biar aku sendiri yang melakukan hal itu.”

“Kamu yakin kamu mampu, Kania?” tanya Brian dengan tatapan tak percaya juga serius.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya