Jumat, 18 Maret 2022

Episode 53 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 53 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Kania menatap Brian dengan tatapan haru. Entah kenapa, ia merasa, kata-kata yang Brian ucapkan itu benar-benar menyentuh hatinya.
Sehingga mata Kania berkaca-kaca ketika benaknya memutar ulang kata-kata yang Brian ucapkan.

Melihat Kania yang terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, Brian merasa sedikit cemas. Ia bergegas menyentuh pundak Kania dan bertanya. “Ada apa, Kania? Apa yang salah? Apa kata-kata yang aku ucapkan barusan salah dan melukai hatimu?” tanya Brian dengan perasaan cemas.

"Maafkan aku jika kata-kata yang aku ucapkan barusan ada yang menyingung dan menyakiti perasaanmu. Aku … "

Ucapan Brian harus tertahan karena Kania dengan cepat menghambur ke dalam pelukannya. Kania memeluk Brian dengan sangat erat.

“Kamu tidak ada salah, Brian.”

“Lalu, kenapa kamu terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, Kania? Kamu membuat aku merasa takut.”

“Aku minta maaf. Aku yang salah karena terlalu terbawa perasaan.”
“Bolehkah aku meminta kamu menemani aku tidur malam ini, Brian?”

Pertanyaan itu meluncur dengan sendirinya. Yang tidak bisa Kania tahan karena hatinya sangat menginginkan Brian berada di sisinya malam ini. Sedangkan Brian, ia merasa agak kaget sekaligus senang dengan pertanyaan yang sebelumnya tidak pernah ia duga akan terucap dari bibir seorang Kania.

“Hei … pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sangat bersedia menemani kamu tidur malam ini, Kania.”
“Jangankan malam ini, setiap malam, setiap saat saja aku bersedia,” ucap Brian dengan perasaan sangat bahagia.

Sementara itu, di kamarnya, Sintya sedang gelisah sekaligus kesal. Ia tidak bisa diam sama sekali karena memikirkan Kania dan Brian.

“Ya Tuhan ya Tuhan … tolong beri aku ide agar aku bisa merusak malam hangat kak Brian dan perempuan sialan itu. Aku gak bisa diam saja, dan membiarkan mereka bahagia bersama melewati malam hangat dengan nyaman,” kata Sintya sambil terus mundar-mandir sambil mengigit jarinya.

Sintya sudah berkali-kali mencoba menghubungi Brian. Namun sayang, nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif. Sekarang, ia berusaha mengulangi lagi apa yang ia lakukan sebelumnya. Namun hasilnya tetap sama. Nomor Brian masih di luar jangkauan.

“Sial! Haruskah aku berteriak untuk memanggil kak Brian agar datang ke kamar ini?”

“Tapi, itu tidak akan berhasil karena vila ini tidak sekecil rumah gubuk. Jika kau berteriak, bukannya kak Brian yang datang. Yang ada, aku akan mirip seperti orang gila yang heboh sendiri tapi tidak ada hasilnya.”

“Aduh … apa yang harus aku lakukan sih sebenarnya?” tanya Sintya benar-benar pusing.

Ia terus munda-mandir di kamarnya. Berharap bisa menemukan ide yang tepat untuk merusak kebersamaan Kania dan Brian.

Pada akhirnya, ia berhasil menemukan cara jitu untuk ia lakukan agar bisa merusak kebersamaan Brian dan Kania malam ini. Sintya keluar dari kamarnya setelah ia menemukan ide jahat dan mengatur ide itu dengan sebaik mungkin.

Sintya berlari menuju kamar Brian yang berjarak dua kamar dari kamarnya. Ia langsung memanggil Brian saat ia sampai di depan pintu kamar tersebut.

“Kak Brian! Kak Brian! Kakak!”

Terdengar suara panik dan takut yang Sintya ucapkan. Saat itu, Kania dan Brian baru saja ingin berbaring di atas ranjang mereka.

“Ada apa sih?” tanya Kania sambil melihat Brian.

“Tidak tahu. Mungkin bikin ulah lagi. Biarkan saja dia mau ngapain aja di luar. Terserah dia. Nanti, jika capek, dia akan berhenti sendiri.” Brian bicara dengan nada acuh sambil mengatur posisi untuk berbaring.

“Bagaimana jika dia memang ada perlu sama kamu, Brian? Apa kamu tidak akan menanyakan ada perlu apa dia datang ke sini?”

“Aku yakin kalau dia tidak ada perlunya. Tapi, hanya ingin merusak suasana saja. Sebaiknya kita abaikan saja dia. Dari pada dia bikin ulah lebih banyak lagi nantinya.”

Kania terdiam. Ia tidak ingin membantah lagi apa yang Brian katakan. Mengingat, di vila ini juga masih ada banyak penghuni lain, maka Kania akan mendengarkan apa yang Brian katakan. Karena jika ada masalah, maka penghuni lain akan datang untuk membantu Sintya.

Sementara itu, Sintya yang berada di depan pintu kamar semakin memperkuat suara dan semakin menambah kencang ketukannya. Karena sekarang, perasaan kesal sudah menyelimuti hati dan pikiran Sintya.

‘Gila. Gak mungkin kak Brian udah tidur jam segini. Aku tahu betul siapa kak Brian. Dia akan tidur di atas jam sembilan. Lagipula, jika mereka udah tidur, pasti akan kebangun dong ya. Karena aku berteriak kencang sekali barusan.’ Sintya berucap kesal dalam hati.

Bu Ninik dan apk Hadi yang mendengar teriakan itu segera menghampiri Sintya. Mereka dengan wajah panik dan penasaran, menatap menatap Sintya.

“Ada apa nona Sintya? Apa yang terjadi?” tanya pak Hadi cemas.

“Iya nona. Ada apa? Apa ada masalah?” tanya bu Ninik pula.

“Udah deh. Jangan banyak tanya lagi kalian berdua. Bikin kesal aja kalian berdua. Ngapain malah muncul dan banyak tanya. Aku kan gak manggil kalian berdua,” ucap Sintya dengan nada sangat kesal.

Brian menoleh ke arah Kania yang masih duduk diam di atas kasur.
“Kamu dengar apa yang ia katakan. Dia tidak butuh bantuan melainkan, dia butuh merusak malam tenang ku.”

“Sekarang, sebaiknya kamu tidur. Abaikan saja dia.”

“Kamu benar. Ternyata, adik sepupumu itu hanya ingin buat keributan saja.”

“Tentu saja. Aku sudah tahu bagaimana dia. Aku juga sudah tahu seperti apa sifatnya. Hanya saja, aku tidak bisa mengusir dan membuat dia jauh-jauh. Karena papa masih ada.”

“Apa maksudmu berkata seperti itu, Brian?”

“Yah, aku tidak bisa mengembalikan dia ke tempat asalnya. Karena papa pasti akan marah dan pasti akan mengancam aku dengan senjata yang ia punya.”

Kania memahami perasaan Brian. Karena ia mengalami nasib yang sama. Ingin melawan, tapi tertahan oleh senjata andalan musuh. Terpaksa tunduk dan bersikap lemah agar musuh tidak bertindak lebih keras lagi.

Bu Ninik dan pak Hadi saling tatap. Mereka merasa sangat menyesal telah peduli dan datang ke atas untuk melihat Sintya. Mereka yang khawatir akan keadaan Sintya sebelumnya, sekarang mendadak menjadi kesal.

“Kenapa kalian malah diam di sini, hah! Pergi. sana! Karena aku tidak butuh kalian. Yang aku butuhkan itu kak Brian. Bukan kalian,” kata Sintya membentak pak Hadi dan bu Ninik.

"Ma–maaf nona Sintya. Kami pikir, nona Sintya butuh bantuan kami. Makanya … "

“Aku tidak butuh bantuan kalian! Pergi sana!” Sintya memotong perkataan pak Hadi dengan nada tinggi. Membuat pak Hadi semakin merasa kesal.

“Maaf nona Sintya. Kami permisi,” ucap keduanya serentak.

"Pergi sana. Jangan sok-sokan peduli. Karena aku tidak butuh kepedulian kalian berdua. Yang aku butuhkan itu hanya kepedulian kak Brian.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya