Jumat, 18 Maret 2022

Episode 56 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 56 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Brian tersenyum dan tidak bisa menahan diri untuk bergerak. Ia yang awalnya pura-pura tidur, kini tertawa sampai tubuhnya bergerak.

“B–Brian. Kamu udah bangun?” tanya Kania dengan nada malu.

“Tentu saja.”

“Lalu kenapa kamu membiarkan aku jatuh tampa berniat menolong? Kamu senang aku menderita?” tanya Kania dengan nada kesal.

“Tidak sayangku. Hanya saja, aku tidak bisa membantu kamu sekarang. Karena, aku juga tidak bisa melihat di mana rambut itu tersangkut.”

“Jangan pura-pura. Aku tahu kamu bisa melakukannya. Ayolah Brian! Aku tidak sedang bercanda.”

“Iya-iya. Gitu aja ngambek,” ucap Brian sambil menyentuh kancing piyamanya.

“Eh, kamu mau ngapain?” tanya Kania agak takut.

“Menurut kamu, aku mau ngapain?”

“Jangan macam-macam, Brian.”

“Ya sudah kalo kamu tidak butuh bantuan aku. Maka aku tidak akan melakukannya,” ucap Brian sambil menghentikan niatnya untuk membuka kancing piyama tersebut.

Merasa tidak punya pilihan lain, Kania terpaksa membujuk Brian kembali untuk menolongnya. Brian pun setuju menolong. Ia melanjutkan kembali apa yang ia lakukan sebelumnya. Yaitu, melepas kancing piyama miliknya.

Sebenarnya, rambut yang tersangkut di kancing piyama itu, tidak perlu Brian buka baju untuk melepaskannya. Tapi, yang namanya laki-laki, selalu ada sifat usil yang menyertai mereka. Juga, sangat suka menggoda dan melihat reaksi dari orang yang mereka goda.

Rambut Kania pun berhasil lepas dari kancing piyama tersebut. Dengan bonus, Kania yang diperlihatkan perut seksi yang berbentuk milik Brian, yang membuat Kania semakin merona karena malu.

“A–aku permisi dulu.” Kania berucap gugup sambil segera bangun dan menjauh dari Brian. Bagaimanapun, Kania juga manusia normal yang punya ketertarikan pada laki-laki. Jika melihat yang seksi, tentu saja ia juga tergoda.

Jalan satu-satunya agar dia tidak terus tergoda dan ketahuan menginginkan Brian, ya dia harus kabur secepat mungkin. Dan itulah yang Kania lakukan. Berjalan cepat meninggalkan Brian menuju kamar mandi agar ia segera lenyap dari pandangan Brian.

Melihat Kania yang sepertinya begitu merona, Brian tersenyum senang. Setidaknya, ia sedikit mengerti kalau usahanya menguji hati Kania kali ini tidak sia-sia. Sementara itu, Kania yang berada di kamar mandi, memegang dadanya untuk menahan degup jantung agar kembali normal seperti semula.

Kebahagiaan Brian tiba-tiba musnah saat ia membuka ponselnya. Ada banyak pesan singkat yang papanya kirimkan melalui WA dan juga lewat SMS.

Pesan singkat itu semuanya berisikan amukan dari sang papa karena prilakunya pada Sintya tadi malam. Papanya juga memberikan ancaman pada Brian, jika terus berbuat tidak baik pada Sintya, ia akan merusak desa tempat kelahiran sang mama.

Brian kesal, namun tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya diam sambil menggenggam erat tangannya untuk menyalurkan rasa kesal tersebut.

Belum sempat rasa kesal itu tersalurkan, pintu kamarnya sudah diketuk oleh seseorang dari luar. Hal itu membuat perhatian Brian teralihkan.

“Siapa?” tanya Brian dengan nada kesal.

“Saya tuan muda. Johan.”

“Ya ampun. Kenapa kamu datang sepagi ini, Jo?” tanya Brian sambil beranjak dari tempat tidur. “Tunggu sebentar.”

Saat pintu terbuka, wajah kusut Johan terlihat dengan sangat jelas. “Tuan muda,” ucap Johan sambil berniat menerobos masuk.

“Tunggu! Mau ke mana kamu?” tanya Brian sambil menahan tangan Johan untuk menahan langkahnya.

“Masuk, tuan muda.”

“Masuk ke dalam? Apa kamu lupa, aku sekarang tinggal satu kamar bersama istriku, Johan.”

“Ya Tuhan, aku melupakan soal itu. Maafkan aku tuan muda. Aku benar-benar lupa,” ucap Johan sambil menepuk pelan dahinya.

“Tidak masalah. Asal kamu tidak lupa lagi lain kali, untuk kali ini aku maafkan. Oh ya, angin apa yang menyebabkan kamu datang sepagi ini ke rumahku?”

“Aku tidak bisa tidur karena di teror oleh tuan David. Makanya aku datang ke sini sepagi ini. Mana aku belum sarapan dan belum sempat mandi lagi tadi.”

“Apa lagi yang papa inginkan dari aku, Johan? Aku sudah menerima kedatangan Sintya ke vila ini. Harusnya, itu sudah cukup untuk menyenangkan hatinya. Kenapa dia malah bikin ulah lagi dengan mengganggu kamu?”

“Tuan David tidak akan berhenti sebelum tuan muda menikahi nona Sintya. Selagi tuan muda tidak setuju untuk menikah, maka tuan muda tidak akan tenang.”

Brian menatap Johan dengan tatapan tajam.
“Kamu berniat meminta aku setuju untuk menikahi Sintya, Johan? Apa itu yang ingin kamu katakan padaku datang sepagi ini?”

"Tentu saja … "

“Tidak akan Johan. Tidak akan. Dengar ucapan ku baik-baik. Meskipun papa menghancurkan seluruh desa kelahiran mama, aku tetap tidak akan menikah dengan Sintya.”

Brian memotong perkataan Johan dengan cepat. Dan perkataan yang Brian ucapkan barusan, didengar dengan sangat jelas oleh Sintya yang sedari tadi bersembunyi tak jauh dari tempat tersebut.

Sintya berjalan mendekat, dengan perasaan yang sangat terluka. Air mata jatuh di pipinya. Kali ini, bukan sekedar air mata buaya. Melainkan, air mata terluka yang berasal dari hatinya yang tergores karena kata-kata yang Brian ucapkan. Karena sebenarnya, ia benar-benar mencintai Brian selama ini. Bukan hanya sekedar, ingin menikah karena harta kekayaan yang Brian miliki.

“Kak Brian terlalu kejam padaku. Kenapa kak Brian tidak bisa menaruh sedikit saja rasa cinta yang kak Brian miliki untuk aku, Kak? Kenapa?” tanya Sintya dengan air mata yang terus mengalir.

“Karena kamu adikku. Aku tidak bisa mencintai kamu lebih dari rasa cinta seorang kakak pada adiknya. Karena itulah aku tidak bisa menikahi kamu selama ini. Karena aku tidak bisa menikah dengan adikku.”

"He … he … he … " Sintya tertawa dengan air mata yang masih mengalir.
“Kak Brian tidak bisa mencintai aku karena aku adik kak Brian. Tapi kenapa kak Brian bisa mencintai kak Ratna, hah! Padahal kak Ratna dan aku itu sama saja, bukan? Sama-sama adik sepupunya kak Brian.” Sintya bicara dengan nada tinggi.

“Ratna dan kamu berbeda, Sintya. Kalian memang sama-sama adik sepupu aku. Tapi Ratna, dia anak angkat. Sedangkan kamu, anak tanteku.”

“Tante tiri. Harusnya sama saja. Karena kami dibesarkan di rumah dan orang yang sama. Kenapa kak Brian bisa mencintai dia sedangkan dengan aku, kak Brian tidak bisa.”

“Kamu tidak akan mengerti, Sintya. Seperti apapun aku berusaha menjelaskan, kamu tetap tidak akan mengerti. Sebaiknya, kamu kembali saja ke rumahmu. Jangan ganggu aku lagi.”

“Kak Brian ngusir aku?” tanya Sintya semakin kesal dan semakin deras pula air matanya.

“Ya. Aku ngusir kamu secara baik-baik. Aku ingin kamu pergi dari tempat tinggal ku secepat mungkin.”

“Tidak akan. Aku akan tetap tinggal di sini bersama kamu. Dan aku akan pastikan, kamu jadi milikku nantinya,” ucap Sintya.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya