Jumat, 18 Maret 2022

Episode 58 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 58 Perjodohan Membawa Bahagia

 

 

Perjodohan Membawa Bahagia

“Aku ingin lihat. Bagaimana kak Brian menjalani hidup saat kak Brian tidak punya apa-apa.”

“Sedangkan kamu, wanita bayaran.” Sintya beralih menghadap Kania. “Kamu tidak akan dapat bayaran sepeserpun karena kak Brian ku tidak punya apa-apa lagi.”

“Untuk itu, sebaiknya kamu mengakui dan meninggalkan kak Brian sekarang juga. Karena jika kamu mengalah sekarang, maka kamu masih punya kesempatan untuk mendapatkan bayaran mu.”

Kania tersenyum. Lalu, dengan cepat ia merebut surat perjanjian yang ada di tangan Sintya. Sintya kaget bukan kepalang. Wajah bahagia tiba-tiba berubah cemas dan takut.

“Hei! Apa yang kamu lakukan? Kembalikan kertas itu padaku!” Sintya berusaha merebut kertas itu kembali. Tapi sayang, Kania yang sudah mendapatkan surat itu, langsung merobek-robek surat tersebut menjadi pecahan-pecahan kertas kecil.

“Up. Aku tidak sengaja melakukannya. Maafkan aku nona Sintya. Aku telah membuat kecewa hatimu,” kata Kania sambil tersenyum manis. Lalu menebarkan sobekan-sobekan kertas tersebut ke udara.

“Dasar ****** kurang ajar! Berani sekali kamu padaku.”

Sintya benar-benar tidak bisa menutupi rasa kesalnya lagi. Ia berniat untuk melampiaskan rasa kesal itu dengan menampar wajah Kania.
Tapi sayang, niatnya harus terhalang tangan Brian yang begitu cekatan untuk melindungi Kania.

“Jangan berani kurang ajar pada istriku, Sintya. Karena aku tidak akan tinggal diam.”

“Kenapa kalian masih ingin bersandiwara setelah sandiwara kalian terbongkar, hah! Apa kalian pikir aku bodoh?” Sintya bicara dengan nada tinggi sambil menatap tajam Brian.

“Karena kamu sepertinya memang perempuan bodoh, nona Sintya,” ucap Kania sambil memeluk lengan Brian dengan manja.
“Mau-maunya kamu kami bodohi dengan selembar kertas perjanjian yang tidak ada apa-apanya.”

“Apa … apa maksud kalian?” tanya Sintya mulai terpancing.

“Ya kamu seharusnya bisa merasakan dan memahami. Adakah kami berdua terlihat seperti pasangan sandiwara? Apakah kami terlihat sedang pura-pura?” tanya Kania semakin bergelayut manja di lengan Brian.

Anehnya, Brian bukan bantuin Kania yang sedang berpura-pura. Malahan, ia menikmati suana yang Kania ciptakan dan merasa sangat amat bahagia.

Hal itu membuat Kania mendadak merasa kesal. Ia cubit lengan Brian tempat di mana ia bergelayut manja dengan keras sehingga Brian meringis kesakitan.

“Auh … sayang, jangan begitu. Jangan keluarkan jurus manja mu di depan orang lain. Jangan coba-coba menggoda aku,” ucap Brian setelah mendapat cubitan dari Kania.

Ingin rasanya Kania tertawa lepas melihat ekspresi yang Brian perlihatkan sekarang. Tapi, sekuat tenaga ia tahan. Karena jika ia tertawa, sandiwara yang baru saja ia jalani akan musnah.

‘Dasar kurang ajar. Kamu berani merusak suasana bahagia aku, Kania. Kamu lihat bagaimana aku membalas kamu ya,’ ucap Brian dalam hati dengan perasaan senang saat melihat ekspresi wajah bahagia Kania.

Brian menggeser tubuhnya dari menyamping menjadi berhadapan dengan Kania. Kania yang sedang bersandiwara, tiba-tiba merasa sedikit kaget dengan perubahan Brian sekarang.

“Sayang, bukankah kamu ingin berangkat ke rumah papamu? Apa kamu tidak ingin pergi sekarang?” tanya Brian sambil meletakkan tangannya di pipi Kania.

Kania tidak bisa menjawab perkataan Brian karena saat ini, dadanya sedang berdetak kencang dengan apa yang Brian lakukan. Wajah merona pun terlihat dengan sangat jelas sekarang.

“Ya ampun … apa kamu tidak rela meninggalkan aku?” tanya Brian sambil menarik Kania ke dalam pelukannya.

“Brian, apa yang kamu lakukan?” tanya Kania dengan suara pelan sambil mencubit manja dada Brian.

“Ikuti saja sandiwara yang aku mainkan. Karena jika kamu berontak, maka sandiwara yang sudah susah payah kamu mainkan barusan akan musnah,” ucap Brian dengan suara yang sama.

‘Sial. Aku tahu kalau Brian pasti ingin membalas perlakuanku padanya. Aku harus segera meninggalkan tempat ini, agar Brian tidak semakin meraja lela padaku,’ kata Kania dalam hati.

“Aduh, aku sampai lupa kalau aku harus segera ke rumah papa. Terima kasih banyak, Brian, sudah mengingatkan aku.”
“Kalau begitu, aku berangkat sekarang saja.” Kania berucap sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Brian.

"Sayang … "

“Cukup! Cukup sandiwaranya karena aku tidak akan terpancing dengan sandiwara kalian. Aku tetap tidak akan mempercayai kalau kalian itu menikah bukan karena perjanjian,” kata Sintya tak tahan lagi sekarang.

“Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas, apa yang kamu lihat sekarang, itulah yang sesungguhnya terjadi,” kata Brian dengan nada santai.

“Brian. Sudahlah, dia mungkin tidak akan pernah mengerti dan tidak akan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Karena hatinya, sudah tertutup rapat-rapat oleh kebodohan yang sedang menghantui dirinya saat ini. Dia tidak akan bisa membedakan, mana yang sandiwara, dan kenyataan.”

“Udah ya, aku harus berangkat sekarang.” Kania bicara dengan nada manja yang seolah-olah ia benar-benar berat hati untuk meninggalkan Brian.

“Hati-hati ya sayang,” ucap Brian sambil melonggarkan pelukannya.

Tapi, itu bukanlah akhir dari sandiwara yang Brian jalankan. Ia mengecup pelan kening Kania, yang membuat Kania kaget bukan kepalang.

“Kak Brian!” Sintya benar-benar sakit hati dengan perlakuan Brian pada Kania barusan. Dengan membawa rasa sakit tersebut, ia segera meninggalkan tempatnya. Sintya berlari masuk ke dalam sambil menangis.

Kania segera meluncurkan sebuah cubitan keras ke pinggang Brian, setelah ia memastikan kalau Sintya benar-benar sudah masuk ke dalam. Cubitan itu membuat Brian meringis kesakitan lagi untuk yang kedua kalinya.

“Auh … apa yang kamu lakukan Kania? Kamu melakukannya lagi?” tanya Brian kesal sambil memegang perutnya, di mana cubitan Kania bersarang.

“Itu balasan karena kamu sudah keterlaluan.” Kania berucap sambil segera masuk ke dalam mobil.

“Dasar kamu gak punya perasaan,” ucap Brian semakin kesal karena tidak punya kesempatan untuk membalas perlakuan Kania.

Kania tidak menghiraukan apa yang Brian katakan lagi. Karena sekarang, ia sudah memaksa pak Dayat untuk segera meninggalkan vila Camar. Pak Dayat terpaksa menuruti apa yang Kania katakan dengan berat hati, karena sekarang, ia sudah menjadi sopir pribadi Kania atas perintah Brian.

“Dasar kurang ajar. Lihat saja apa yang aku lakukan padamu nanti, istriku sayang. Aku akan balas kamu, Kania.” Brian berucap sambil tersenyum karena memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Brian masuk ke dalam dengan membawa rasa kesal sekaligus bahagia. “Gak sopir, gak istri. Sama saja tingkahnya. Gak ada sopan santunnya sama sekali padaku. Ya Tuhan … apa sekarang aku sudah kena karma?” tanya Brian saat ia masuk ke dalam ruangan kerjanya.

“Ada apa tuan muda?” tanya Johan yang sudah berada di dalam ruangan tersebut sambil melihat Brian dengan tatapan penasaran.

“Tidak ada. Jangan banyak tanya karena sekarang aku sedang kesal. Kamu tidak ingin aku lampiaskan rasa kesal ini padamu, bukan?”

"Ya ampun … "
Hanya kata itu yang bisa Johan ucapkan. Karena dia tidak ingin menjadi bahan pelampiasan oleh Brian.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya