Episode 63 Perjodohan Membawa Bahagia
Sintya menghentikan tawanya. Lalu mendekat ke arah telinga Kania.
“Dengarkan baik-baik, apa yang aku katakan.”
“Kania, sebenarnya aku punya kakak angkat yang bernama Ratna. Tapi, dia telah meninggal dalam sebuah kecelakaan beberapa tahun yang lalu.”
“Kamu tahu kenapa ia bisa kecelakaan?” tanya Sintya sambil terus berjalan.
“Tentunya kamu tidak tahu, bukan?”
“Karena memang tidak ada yang tahu penyebab kecelakaannya, selain aku.”
Mata Kania melebar saat ia benaknya mencerna apa yang Sintya katakan.
“Apa maksud kamu? Apa itu ulah kamu?” tanya Kania semakin merasa merinding.
“Pertanyaan yang sepertinya sudah kamu ketahui jawabannya, Kania.”
“Ya, tentu saja karena aku. Aku yang menyebabkan kakak angkat ku kecelakaan. Karena aku benci dia. Dia orang yang telah merebut hati kak Brian. Dan yang paling aku tidak suka, kak Brian suka padanya. Karena hal itu, aku musnahkan saja dia dari muka bumi ini.”
“Kamu gila, Sintya. Hanya karena seorang laki-laki, kamu berani menghilangkan nyawa orang. Dan orang itu adalah saudara kamu meskipun dia saudara angkat mu,” ucap Kania dengan nada kesal bercampur tak percaya.
“Kamu takut padaku, bukan? Sekarang, apa kamu berpikir, sesuatu tentang aku, Kania? Sayangnya, kamu sudah tidak bisa mundur lagi. Aku akan melakukan hal yang sama padamu dengan apa yang aku lakukan pada kakak angkat ku.”
“Eh … aku tidak takut padamu. Jangan senang dulu, Sintya. Aku tidak akan berpikir sesuatu yang sama dengan apa yang kamu pikirkan. Karena aku pikir, kamu tidak punya otak untuk berpikir.”
“Kamu tidak akan berani melakukan hal yang tidak-tidak padaku. Karena jika kamu berani macam-macam, itu sama saja dengan kamu mengantar nyawamu. Karena ini adalah kawasan Brian. Maka Brian akan langsung membunuh kamu.”
“Ha … ha … ha … Kak Brian tidak akan tahu apa yang aku lakukan, Kania. Aku akan membunuhmu dengan caraku. Cara cantik yang tidak akan di sadari oleh siapapun.”
“Kau tahu apa yang aku pikirkan? Maksudku, ingin tahu cara cantik yang telah aku pikirkan untuk membunuhmu?”
“Aku yakin, kamu pasti ingin tahu, Kania.”
Sintya berjalan mendekat ke arah nakas yang berada tak jauh darinya. “Lihatlah ini, Kania,” ucap Sintya sambil menunjuk ke arah dua botol kecil yang ada di atas nakas tersebut.
“Kau tahu apa isi dari kedua botol ini?”
“Aduh, kenapa aku terus-terusan bertanya padamu? Sudah pasti kamu tidak akan tahu apa isi dari kedua botol ini, bukan?”
“Baiklah, aku akan langsung menjelaskannya saja padamu, apa isi dari kedua botol ini. Salah satu botol ini berisi racun yang mampu membunuh kamu secara perlahan. Dan yang satunya lagi, akan mampu merusak kulitmu dan membuat kamu begitu menderita.”
“Heh, kamu itu benar-benar sudah tidak punya pikiran dan sudah tidak waras lagi, Sintya. Kamu pikir aku akan membiarkan kamu melakukan apa yang ingin kamu lakukan padaku begitu saja.”
Sintya kembali tertawa lebar setelah mendengarkan apa yang Kania katakan.
“Aku tidak bodoh, Kania. Asal kamu tahu, aku ini lebih pintar dari kamu.”
“Kamu! Keluar!” ucap Sintya sambil melihat ke arah kamar mandi kamarnya.
“Kita akan menjalankan rencana yang sudah kita susun sekarang juga,” ucap Sintya lagi sambil terus melihat kamar mandi.
Kamar mandi itu perlahan terbuka. Kemudian, secara perlahan, kamar mandi itu memunculkan sesosok yang tentunya sudah Kania kenali dengan sangat baik.
“Mas … mas Ikhsan?” tanya Kania benar-benar tak percaya dengan orang yang ia lihat sekarang.
“Selamat sore Nona Kania. Apa kabar?” tanya Ikhsan berjalan semakin mendekat.
“Ke–kenapa mas Ikhsan ada di sini? Apa yang kalian rencanakan, hah? Kenapa mas Ikhsan bisa bersama dengan dia?” tanya Kania mulai panik sekarang. Ia tidak mampu lagi menahan hati agar tetap tenang. Karena sekarang, ia merasa, dirinya benar-benar berada dalam bahaya besar.
“Kamu terlalu banyak tanya, Kania. Tapi, sebagai orang yang sudah tidak punya banyak waktu lagi di atas muka bumi ini, aku rasa tidak ada salahnya kamu mendengarkan alasan itu secara langsung.”
“Ayo mas Ikhsan, lulus kan permintaan Kania agar arwahnya nanti bisa tenang,” kata Sintya sambil menoleh ke arah Ikhsan.
“Baiklah, nona Sintya. Aku akan katakan alasannya pada nona Kania dengan senang hati.”
“Nona Kania, kamu ingin tahu alasan aku memilih bekerja sama dengan nona Sintya?”
“Alasannya, tentu saja aku ingin memberikan pelajaran pada tuan muda Brian. Karena dia tidak pernah menghargai semua usaha dan kerja keras yang aku perlihatkan padanya. Dan juga, karena uang. Aku bosan hidup miskin dan mengabdi pada orang bodoh seperti tuan muda Brian.”
“Aku ingin hidup mewah dengan uang yang nona Sintya berikan padaku. Meninggalkan tempat ini untuk selama-lamanya. Hidup bebas menjadi orang kaya di luar sana.”
“Kalian sudah gila. Benar-benar gila.”
“Yah, kenapa kalau aku gila? Jadi gila untuk bahagia, itu lebih baik dari pada jadi waras tapi menderita.”
“Tapi tunggu! Aku pasti akan lebih bahagia jika nona Kania bersedia pergi meninggalkan tempat ini bersamaku. Kita akan hidup berdua dengan bahagia, di luar sana. Bagaimana?”
Mendengar pertanyaan itu, yang kaget bukan Kania, melainkan Sintya. Ia menatap tak percaya ke arah Ikhsan yang ada di sampingnya.
“Kamu sudah gila? Aku meminta kamu melenyapkan dia, bukan mengajak dia kabur bersama kamu. Kamu pikir, jika dia kabur bersamamu, kak Brian tidak akan mencari kalian. Bodoh! Benar-benar bodoh.”
“Sudah. Jangan bicara hal bodoh lagi padaku. Sekarang, tangkap dan tahan dia. Aku ingin segera memberikan dia racun agar rencana kita segera berjalan. Karena aku yakin, kak Brian sekarang pasti sedang mencari keberadaannya,” kata Sintya lagi.
Mendengar apa yang Sintya katakan, Kania berniat meninggalkan kamar itu sekarang juga. Namun, apa yang ingin ia lakukan tidak berhasil. Karena jarak antara Ikhsan dengan Kania sangat dekat. Hal itu memudahkan Ikhsan untuk menghalangi langkah Kania.
“Lepaskan aku!” ucap Kania dengan nada membentak saat Ikhsan menangkap tangannya.
“Maaf nona Kania. Aku tidak bisa melakukan hal itu sekarang. Aku akan melepaskan nona Kania setelah rencana nona Sintya berhasil.”
“Kamu gila. Brian akan memberikan hukuman padamu jika kamu ketahuan telah mengkhianati dia.”
“Oleh sebab itu, rencana ini harus berhasil dan tidak boleh ketahuan oleh tuan muda. Agar aku aman, dan nona Sintya juga aman.”
“Kamu benar, Mas Ikhsan. Sekarang, ayo pegang dia baik-baik. Kita akan buat dia meminum racun ini dengan baik dan benar.”
“Tidak! Kalian tidak akan berhasil.” Kania berusaha memberontak dalam cengkraman Ikhsan.
“Untuk kamu Sintya. Seperti apapun racun yang kamu berikan padaku, pasti akan ketahuan juga kalau aku diracuni ketika dokter memeriksa aku. Jadi, usaha kamu tidak akan berhasil kali ini.”
“Banyak omong. Apa kamu lupa, kalau aku ini lebih pintar dari kamu. Tentunya, aku pakai racun yang tidak akan ketahuan oleh kak Brian dong Kania.”