Episode 64 Perjodohan Membawa Bahagia
“Banyak omong. Apa kamu lupa, kalau aku ini lebih pintar dari kamu. Tentunya, aku pakai racun yang tidak akan ketahuan oleh kak Brian dong Kania.”
“Iya. Karena racun itu aku sendiri yang buat. Diekstrak dari tumbuh-tumbuhan yang hidup secara alami. Oleh sebab itu, racunnya tidak akan mudah terdeteksi oleh tenaga medis.” Ikhsan bicara dengan senyum bangga di bibirnya.
“Ya kalau pun terdeteksi, itu akan lama. Tidak akan terlihat dalam waktu dekat,” kata Sintya menyambung.
“Cepat buka mulutnya!” ucap Sintya sambil bersiap-siap membuka penutup botol tersebut.
Brakkk …
Pintu kamar itu terbuka lebar dengan pintu yang terbanting dengan sangat keras. Di depan pintu kamar tersebut sudah ada Brian dengan mata melotot, menatap tajam ke arah Sintya.
Juga ada Johan, pak Hadi, bu Ninik, dan Rian.
“Sintya!” Suara parau akibat menahan geram terdengar sangat nyaring diucapkan oleh Brian.
Tangan Brian mengepal, menggenggam dengan sangat erat. Dengan mata melebar dan tatapan tajam, Brian berjalan masuk ke dalam.
“Lepaskan dia!” ucap Brian lantang pada Ikhsan yang memegang Kania.
"Kak … kak Brian. Ini … ini … "
Plak …
Sebuah tamparan mendarat di wajah Sintya sekarang. Sintya langsung memegang pipinya yang panas dan terasa sangat perih.
Dengan perasaan tak percaya, Sintya menatap Brian sambil terus memegang pipinya yang sakit. “Kak Brian menampar aku?” tanya Sintya dengan air mata yang tidak bisa ia tahan lagi.
“Ya. Kamu pantas mendapatkan tamparan itu.”
Kemudian, dengan rasa tak sabar lagi. Brian meninggalkan Sintya tanpa menunggu Sintya membuka mulut untuk bicara. Ia langsung melayangkan sebuah pukulan ke wajah Ikhsan yang baru saja melonggarkan tangannya dari tangan Kania.
“Laknat! Kamu pantas mati, pengkhianat!” ucap Brian setelah Ikhsan terhuyung akibat pukulan keras yang ia berikan. Dan sepertinya, ia ingin melanjutkan pukulannya lagi pada Ikhsan.
Tapi, Johan segera menahan niat Brian itu.
“Brian cukup! Serahkan dia padaku dan pak satpam. Biar kami berdua yang mengurusnya.”
“Iya tuan muda. Biar kami yang mengurus pengkhianat ini. Tuan muda sebaiknya perhatikan nona Kania. Karena sepertinya, nona Kania sedang sangat membutuhkan perhatian tuan muda.” Rian menyambut dengan penuh semangat.
“Baiklah. Aku serahkan pengkhianat ini pada kalian berdua. Beri dia pelajaran yang berat sebelum kita serahkan pada pihak berwajib.”
“Siap tuan muda,” ucap mereka berdua serentak.
Keduanya langsung bergerak mendekati Ikhsan yang masih terduduk di lantai dengan sudut bibir yang luka. Ia tidak bisa melawan saat Johan dan Rian datang mendekat dan bersiap-siap memberikan hadiah padanya.
“Ternyata, orang baik sepertimu punya hati yang sangat busuk, Ikhsan. Aku tidak menyangka kamu tega melakukan hal ini,” ucap Rian sambil menatap sedih pada adik tirinya.
“Makanya, jangan menilai orang dari luar saja,” ucap Johan.
Ikhsan tidak menjawab. Ia tahu apa yang ia lakukan itu salah. Sekarang, ia malu pada kakak tirinya yang ia anggap jahat itu.
Keduanya pun menjalani perintah dari Brian. Sedangkan Brian, mendekati Kania yang masih berdiri tegak dengan perasaan takut.
“Apa kamu baik-baik saja, sayang?” tanya Brian sambil melihat Kania dengan tatapan cemas.
“Brian.” Bukannya menjawab, Kania malahan langsung menghambur ke dalam pelukan Brian sekarang. Ia memeluk Brian dengan sangat erat.
“Tenang, Kania. Ada aku di sini sekarang. Kamu akan baik-baik saja, karena aku akan melindungi mu sekuat tenagaku.”
Kania tidak menjawab. Ia hanya terus memeluk tubuh Brian dengan sangat erat. Dia merasa begitu tenang saat ia melakukan hal itu. Pelukan Brian, memang tempat ternyaman buat Kania.
Merasa sangat sakit hati, Sintya kini kehilangan akal sehatnya. Ia mengambil racun dari botol yang berbeda. Lalu, berjalan cepat menghampiri Kania dan Brian.
“Aku tidak akan rela melihat kalian berbahagia! Terimalah ini sebagai balasan atas sakit hati yang kalian berikan padaku!” Sintya bicara dengan nada tinggi sambil bersiap-siap menyiramkan racun yang ada dalam genggamannya pada Kania dan Brian.
Melihat hal itu, bu Ninik yang berada tak jauh dari Sintya, segera mengambil langkah besar untuk menghalangi niat jahat Sintya. Bu Ninik memegang tangan Sintya dan membalikkan arah tangan itu ke wajah Sintya sendiri.
“Aaaaaggg!” Seketika, pekikan keras terdengar dari mulut Sintya. Semua perhatian pun tertuju pada Sintya sekarang.
“Panas! Panas! Tolong aku! Panas!” Sintya berteriak sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah.
Efek racun yang tertuang ke wajahnya pun segera terlihat. Wajah Sintya memerah bak kulit yang telah tersiram air panas.
“Sintya!” Brian terlihat kaget.
“Kak Brian tolong aku! Panas kak!”
“Brian, cepat! Bawa Sintya ke rumah sakit,” ucap Kania ikut panik.
Pada saat itu juga, beberapa orang polisi sampai ke kamar tersebut bersama pak Dayat.
“Tuan muda,” ucap pak Dayat kebingungan.
“Apa yang terjadi?” tanya polisi itu penuh selidik.
Melihat tidak ada waktu untuk yang ada di sana buat menjelaskan apa yang terjadi, polisi itu langsung menyarankan Sintya untuk di bawa ke rumah sakit terlebih dahulu. Brian pun memerintahkan Johan dan Rian untuk membawa Sintya ke rumah sakit. Sedangkan dia, tetap berada di rumah untuk menjaga Kania.
‘Kak Brian. Aku sakit pun kamu tidak perduli sedikitpun. Yang kamu peduli cuma orang yang kamu sayang. Sedangkan aku, kamu tidak anggap sama sekali,’ kata Sintya dalam hati sambil berderai air mata.
‘Yang butuh kamu sekarang itu aku. Karena aku yang sakit kak Brian. Sedangkan orang yang kamu sayang, dia tidak kenapa-napa. Dia baik-baik saja,’ kata Sintya lagi dalam hati sambil terus melihat Brian yang sedang memperhatikan Kania.
Dengan berat hati, Sintya pun mengikuti langkah kaki Johan dan Rian. Ia di bawa keluar dari kamar untuk segera di larikan ke rumah sakit.
Sementara itu, polisi sibuk mengamankan Ikhsan yang kelihatannya sedikit babak belur, karena pelajaran yang Johan berikan tidaklah terlalu keras. Brian dan Kania juga di mintai keterangan terkait apa yang baru saja terjadi.
Setelah menerima semua penjelasan dan keterangan, polisi itu pamit untuk menindaklanjuti kasus itu dengan membawa semua barang bukti. Sintya juga di tetapkan sebagai tersangka karena kamar itu ternyata punya kamera tersembunyi yang di letakkan pada salah satu pot bunga. Semua bukti yang memberatkan Sintya terekam jelas di kamera tersebut. Yang membuat ia dinyatakan bersalah sekarang.
Sintya tidak mungkin bisa mengelak lagi. Karena setelah melihat barang bukti tersebut, polisi langsung bergerak menuju rumah sakit untuk menangkap Sintya.