Jumat, 18 Maret 2022

Episode 67 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 67 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Hal itu bisa Kania lihat dari tatapan mata Brian yang sedang berusaha Brian tutupi. Rasa sedih itu berusaha ia singkirkan. Tapi bagaimanapun, Kania yang punya sedikit sifat peka, tetap bisa merasakan dan memahami rasa yang Brian coba sembunyikan itu.

“Brian. Sudah bicaranya. Ayo berangkat sekarang karena hari akan semakin malam. Lagipula, mereka sedang menunggumu untuk menyelesaikan semuanya,” ucap Kania sambil menyentuh lengan Brian dengan lembut.

Sentuhan lembut itu menyadarkan Brian. Ia segera menarik senyum di sudut bibirnya. Senyum hambar yang ia coba perlihatkan pada Kania agar Kania tidak ikut merasakan apa yang ia rasakan.

“Baiklah. Aku berangkat sekarang. Ayo antar kan aku sampai depan pintu! Aku janji, tidak akan pulang larut.”

“Iya. Aku tunggu kamu pulang nantinya.”

Mereka pun beranjak meninggalkan kamar menuju lantai dasar. Vila Camar pun gempar akibat kabar duka yang Brian sampaikan.

______

Sampai di rumah sakit, Brian langsung di sambut oleh Johan dan Rian. Mereka menjelaskan semua yang terjadi.

Tidak banyak komentar yang Brian berikan. Kemudian, ia langsung melihat jasat Sintya yang masih berada di ruang otopsi untuk di selidiki lebih lanjut oleh pihak berwajib.

Di sela-sela kesibukan Brian, seorang suster datang menghampiri Brian dengan membawa kertas di tangannya. Suster itu adalah suster yang sama dengan suster yang menyerahkan kertas tersebut pada Sintya sebelumnya.

“Maaf tuan muda, Brian. Saya ingin menyerahkan sebuah pesan yang saya temukan di kamar pasien sebelumnya. Ini dia,” kata suster tersebut langsung menyerahkan kertas yang ia bawa tanpa menunggu Brian mengangkat mulut untuk bicara.

Brian menerima kertas tersebut dengan rasa canggung akibat penasaran. Johan dan Rian melihat kertas tersebut dengan seksama. Mereka juga ikut merasakan rasa penasaran sama seperti yang Brian rasakan.

“Tugas saya sudah selesai. Saya permisi dulu, tuan muda,” ucap suster tersebut dengan sopan.

“Terima kasih banyak telah menyampaikannya padaku,” ucap Brian saat suster itu sudah membalikkan badan dan berniat untuk pergi.

“Sama-sama tuan muda. Saya menemukannya dan saya pikir itu sebuah amanah. Karena ada pesan di depan kertas tersebut untuk siapapun yang menemukan kertas itu. Jadi, saya pikir, siapapun yang menemukan kertas itu pasti akan melakukan hal yang sama.”

“Yah.” Brian berucap singkat.

Suster itupun beranjak dari tempatnya sambil melirik Brian. Kemudian, ia melirik Johan yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan yang tidak ia pahami.

Saat Brian membuka kertas tersebut, ia langsung mengenali tulisan itu. Tulisan tangan Sintya sejak dulu sampai sekarang, masih sama. Tidak ada yang berubah sedikitpun.
Brian lalu membaca tulisan tersebut dengan seksama.

~Kak Brian tersayang. Jika kamu temukan surat ini, aku yakin, saat itu aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku sudah pergi jauh, sejauh mungkin meninggalkan kamu. Aku doakan, agar kamu bahagia selamanya dengan pilihan hatimu. Tapi tunggu! Surat ini sebenarnya aku tulis bukan untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatiku, melainkan, aku ingin mengungkapkan sebuah rahasia yang selama ini tersimpan rapat, terkubur dengan sangat baik.

~Pertama. Kak Brian. Aku ingin kamu menyampaikan permintaan maaf ku pada om David papamu. Katakan padanya, kalau aku, Sintya yang ia sayangi ini, bukanlah gadis kecil yang pernah menemani dia saat dia sakit belasan tahun yang lalu. Gadis kecil yang menemani dia tak lain adalah kak Ratna, kakak angkat ku yang telah tiada. Aku minta maaf karena telah membohongi dia selama belasan tahun dengan menyamar sebagai kak Ratna. Padahal, yang berjasa bukan aku melainkan kak Ratna. Untuk itu, aku mohon agar om David memaafkan aku.

~Kedua, aku ingin katakan, kalau kecelakaan kak Ratna itu adalah ulah aku. Aku merasa dia tidak pantas hidup di atas muka bumi ini lagi, karena dia anak angkat, tapi berhasil merebut hati kakak sepupuku. Aku kesal dan marah padanya. Tapi … rencana sabotase mobil kak Ratna itu adalah ide dari mamaku. Dan mama jugalah yang menyewa orang untuk merusak mobil kakak angkat ku itu. Yang paling parahnya lagi, mama meminta adik tirinya ikut bersama kak Ratna dalam perjalanan itu. Belakangan, aku baru tahu, kalau mama sebenarnya sangat membenci adik tirinya yang telah ia yakini menjadi perebut orang terkaya yang seharusnya menjadi suami dia. Ia semakin benci dengan mamamu kak Brian, setelah ia melihat kalian hidup bahagia sedangkan dia merasa, dirinya menderita. Apalagi setelah meninggalnya papaku, mama menjadi semakin merasa tersiksa. Saat itulah, ambisi lama mamaku untuk merusak keluarga kalian yang sudah terkubur kembali bangun.
Perlahan, mamaku menjadi duri dalam daging yang menciptakan keretakan dalam keluarga kalian secara perlahan namun pasti keberadaannya. Hal itu memicu perselisihan kita semua. Dan, keberadaan ku di sini hanyalah sebagai pion catur yang mamaku sediakan untuk menjadi senjata perusak yang bisa ia jalankan sesuka hati. Aku menyesali hal itu sebenarnya, namun aku sayang mamaku.

~Ketiga. Kak Brian, aku tahu kalau mama ku pasti akan menyalahkan kamu atas kepergian mendadak aku ini. Aku mohon, sampaikan padanya permintaan maaf ku. Karena aku tidak sanggup untuk melihat mama berbuat jahat lagi, dan katakan juga, kalau ini bukan salah kamu. Ini murni keinginan hatiku yang sudah tidak kuat berada di dunia kejam ini lagi. Mungkin itu saja yang bisa aku sampaikan padamu. Aku tidak akan merasa keberatan jika kamu ingin menegakkan keadilan untuk yang bersalah.

                       Salam manis dari adikmu ....

                                         Sintya

Kesedihan perlahan menyelimuti hati Brian saat membaca pesan yang Sintya tulis. Ketika pesan itu berakhir, air matanya pun jatuh tanpa bisa ia tahan. Ia sudah berusaha kuat sejak tadi, tapi sekarang, usahanya itu harus gagal karena kesedihan tidak bisa ia tahan.

Brian pun melipat kembali kertas persegi panjang itu menjadi empat bagian, seperti sebelumnya. Lalu, ia serahkan kertas tersebut pada Johan.

“Tuan muda.” Johan terlihat ikut merasakan suasana sedih.

“Serahkan kertas ini pada polisi! Aku ingin polisi membuka kembali kasus kecelakaan mama dan Ratna yang sebelumnya telah dianggap selesai. Dan … hubungi papaku, katakan kabar duka ini padanya.”

“Baik tuan muda. Akan saya laksanakan segera,” ucap Johan sambil menerima kertas yang Brian ulurkan.

“Lalu, bagaimana dengan nyonya Estri tuan muda? Apa kita tidak akan menghubungi dia?”

“Tidak perlu.”

“Tidak perlu?” tanya Johan agak bingung.

“Ya. Kita tidak perlu menghubungi tanteku. Karena aku yakin kalau papa akan menghubungi dia. Oh ya, jangan katakan soal surat ini pada papa, atau tanteku tidak akan datang karena ia takut akan kesalahan yang ia buat.”

“Baik tuan muda. Saya memahami maksud dari kata-kata yang tuan muda ucapkan.”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya