Episode 82 Perjodohan Membawa Bahagia
“Dia bisa bertemu tuan muda hari ini. Bahkan, sekarang, dia sudah berada di jalan depan simpang toko kita. Mungkin, beberapa menit lagi dia akan sampai ke sini.”
“Bagus kalo gitu. Aku sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengannya sekarang.”
Kania menatap Brian yang terlihat sangat tak sabar untuk bertemu dengan orang yang manajer toko itu maksud. Hatinya dipenuhi dengan tanda tanya tentang siapakah orang yang akan Brian temui. Sayangnya, panggilan alam tiba-tiba merasuki diri Kania. Ia tidak bisa menahan rasa untuk pergi ke kamar mandi lagi sekarang.
“Brian, aku ingin ke kamar mandi sebentar,” ucap Kania memotong pembicaraan Brian dengan manajer toko.
“Apa mau aku temani?” tanya Brian serius.
“Tentu saja tidak. Aku bisa pergi sendiri.”
“Baiklah. Hati-hati dan jangan lama,” ucap Brian sambil tersenyum lembut.
Manajer toko meminta pelayan untuk mengantarkan Kania ke kamar mandi. Mendengar Brian begitu perhatian dengan Kania, manajer toko merasa perlu menjaga dan memastikan keamanan juga kenyamanan perempuan yang Brian sayangi.
Meskipun merasa sedikit canggung karena di temani, tapi karena panggilan alam yang tidak bisa ia tahan, akhirnya, Kania mengabaikan rasa canggung itu. Ia pun beranjak meninggalkan Brian menuju kamar mandi di temani seorang pelayan toko.
Sementara itu, orang yang Brian tunggu akhirnya datang juga. Ia terlihat sedikit segan ketika berhadapan langsung dengan Brian.
“Tu–tuan … muda?” tanya orang tersebut saat ia berhadapan langsung dengan Brian yang duduk bersandar di sofa ruang khusus toko tersebut.
“Ya, ini aku. Brian,” ucap Brian santai.
“Silahkan duduk!” kata Brian lagi dengan ramah.
“Te–terima kasih tuan muda.” Laki-laki berucap sambil beranjak dari tempatnya.
“Maafkan … maafkan saya tuan muda. Saya sudah membuat tuan muda menunggu saya untuk bertemu,” ucap laki-laki itu dengan perasaan bersalah.
“Gak papa. Tidak perlu merasa bersalah. Aku memaklumi kesibukan kamu.”
Belum sempat laki-laki itu menjawab obrolan Brian. Kania datang, dan Brian tersenyum lalu bangun dari duduknya.
“Sini sayang!” ucap Brian pada Kania yang berada di depan ruangan tersebut.
Sontak, laki-laki itupun langsung menoleh ke arah Kania yang Brian panggil. Betapa kagetnya laki-laki itu ketika melihat perempuan yang Brian panggil sayang barusan. Sangking kagetnya dia, dia yang duduk langsung bangun.
“Mbak Kania,” ucap laki-laki itu terus menatap Kania dengan tatapan tak percaya.
Kania yang mendengar namanya di panggil, langsung mengalihkan pandangannya dari Brian. “Mas Jio?” Kania terlihat ikut kaget saat mendapati sosok yang ia kenali ada di sana sedang berhadapan dengan suaminya.
“Kalian saling kenal?” tanya Brian sambil merangkul pinggang Kania dengan mesra.
Pertanyaan itu membuat Jio menjadi gugup. Di satu sisi, ia takut apa yang ia ucapkan nanti akan menyingung hati tuan muda yang sudah bekerja sama dengannya sejak lama. Sedangkan di sisi lain, ia merasa tidak enak hati dengan Kania. Jika ia jawab hal yang sesungguhnya, takut Kania akan dapat masalah.
Berbeda dengan Jio yang merasa gugup dan bingung, Kania malah terlihat santai tanpa beban. Ia tersenyum pada Brian yang sedang merangkul pinggangnya.
“Iya, Brian. Aku kenal dengan mas Jio.”
“Benarkah? Kenal di mana, sayang?” tanya Brian manja.
“Ceritanya panjang. Jika ingin aku ceritakan sekarang, maka akan membuat kedatangan mas Jio ke sini untuk bicara dengan kamu terbuang sia-sia saja. Karena aku yakin, kedatangan mas Jio ke sini pasti untuk bicara soal bisnis bukan?”
“Baiklah, aku akan simpan rasa penasaran yang ada dalam hatiku sekarang sampai kita berada di rumah. Aku akan tagih cerita kamu di rumah nanti,” ucap Brian sambil mencolek hidung Kania dengan mesra.
“Brian ih … jangan nakal. Malu,” ucap Kania dengan wajah merona.
Jio yang melihat kemesraan Kania dan Brian, merasa sangat amat penasaran. Tapi sayangnya, ia tidak berani banyak bicara apalagi bertanya pada Kania karena Brian adalah orang yang paling ia segani selama ia mengarungi dunia bisnis.
"Maaf mas Jio, sepertinya, aku sudah merusak suasana serius kalian … "
Bukannya Jio yang menjawab apa yang Kania katakan. Tapi malah Brian yang menjawab ucapan Kania dengan cepat.
“Sayang, tidak boleh bicara seperti itu. Karena toko emas ini kamu yang akan ambil alih mengurusnya, maka kamu wajib ikut bicara dengan aku dan dia di sini.”
Mata Jio kembali melotot ketika mendengarkan ucapan Brian barusan. Rasa penasaran pun tidak kuat lagi ia tahan. Tanpa bisa ia cegah, mulutnya mengeluarkan kata-kata yang sedari tadi berusaha ia tahan dengan sekuat tenaga.
“Apa! Mbak Kania akan ambil alih mengurus toko emas tuan muda?” tanya Jio dengan wajah yang dipenuhi rasa ingin tahu.
“Iya. Istriku akan ambil alih mengurus toko emas ini mulai dari sekarang.”
“Is–istri?” tanya Jio semakin dibuat bingung sekarang. Dengan tatapan penuh tanda tanya, ia melihat Kania dengan harapan dapat penjelasan atas apa yang sedang mengganjal dalam hatinya.
“Iya. Ini istriku. Kenapa? Ada yang salah?” tanya Brian ikut bingung.
“Ti–tidak ada tuan muda. Tidak ada yang salah. Hanya … hanya saja … tidak ada. Lupakan saja,” ucap Jio berusaha mengabaikan apa yang ada dalam hatinya.
Brian menggelengkan kepala tanda ia kesal.
“Katanya kenal dengan istriku? Tapi tidak tahu, kalau dia ini istriku. Kamu ada-ada saja, Jio.”
“Maaf tuan muda,” ucap Jio sambil menundukkan kepalanya.
Kania tersenyum. “Mas Jio, maafkan suamiku jika kata-katanya agak sedikit menyingung hati mas Jio. Aku dan Brian memang suami istri. Kami menikah sudah hampir setengah tahun sekarang. Mas Jio pasti dibuat bingung dengan apa yang terjadi sekarang bukan? Aku tahu itu. Tapi maaf, aku tidak bisa menceritakan semuanya pada mas Jio. Yang jelas, aku dan Dafa tidak ada hubungan lagi.”
“Sayang.” Brian memanggil sambil menatap Kania dengan tatapan meminta penjelasan.
“Brian. Aku kenal dengan mas Jio ini dengan cara yang unik. Apa kamu ingat dengan cerita cincin yang aku ceritakan padamu waktu itu?”
Brian menganggukkan kepalanya tanda ia ingat. Dan tanpa Kania berucap lagi, ia juga tahu apa yang Kania maksudkan sekarang.
“Oh, apakah orang itu dia?” tanya Brian pura-pura tidak tahu.
“Ya, itu dia yang menghadiahkan cincin pasangan untuk aku dan Dafa. Yang sekarang, cincin itu Dafa hadiahkan untuk orang lain.”
“Apa! Mas Dafa berikan cincin spesial yang khusus aku buat untuk kalian kepada orang lain?” tanya Jio kaget bukan kepalang.
“Ya.” Kania menjawab dengan nada agak sedih.
“Untuk itu aku ingin bertemu dengan kamu hari ini,” ucap Brian menyela pembicaraan Kania dan Jio.
“Maksud kamu? ( Maksud tuan muda? )” tanya Kania dan Jio serentak.