Episode 83 Perjodohan Membawa Bahagia
“Maksud kamu? ( Maksud tuan muda? )” tanya Kania dan Jio serentak.
Brian melirik Kania sebelum bicara. Terlihat, Kania sedikit penasaran dengan apa yang ingin Brian ucapkan. Tidak ingin membuat hati orang yang ia cintai terlalu lama merasa penasaran, Brian segera mengutarakan apa maksud ia ingin bertemu dengan Jio hari ini.
“Jio, aku ingin kamu menciptakan cincin yang sama persis dengan yang kamu buat untuk Kania dan mantan pacarnya waktu itu.”
"Apa? Tuan muda ingin aku menciptakan cincin yang sama? Bagaimana mungkin tuan muda? Aku tidak mungkin mengingkari janji yang aku buat … "
“Kamu lupa? Cincin itu sekarang tidak berada pada orang yang kamu janjikan, bukan? Jadi, apa salahnya kamu bikin cincin itu untuk dijual secara umum.”
"Tapi … "
Jio merasa agak dilema sekarang. Di satu sisi, ia merasa apa yang Brian katakan itu ada benarnya juga. Tapi di sisi lain, dia tidak enak untuk mengingkari janjinya.
Tidak ingin berada di dalam dilema terlalu lama, Jio segera melirik Kania untuk menemukan persetujuan dari Kania.
"Nona Kania … "
Seakan tahu apa yang ingin Jio katakan, Kania menjawab dengan cepat kata-kata yang belum sempat Jio selesaikan. “Terserah mas Jio saja. Aku tidak akan keberatan jika mas Jio ingin menolak atau menerima tawaran dari Brian.”
“Lagipula, aku dan Dafa sudah tidak ada hubungan lagi. Aku rasa, tidak ada salahnya mas Jio menerima tawaran dari suamiku untuk menciptakan cincin itu buat dijual secara umum. Cincin itu cantik. Aku yakin akan banyak yang tertarik untuk membeli cincin itu nantinya.”
“Tapi … semua itu terpulang pada mas Jio juga. Iyakan, Brian?”
“Tentu saja sayang. Apa yang kamu katakan itu sepenuhnya benar,” ucap Brian sambil mencolek hidung Kania gemes.
Setelah berpikir beberapa jenak. Jio akhirnya menerima tawaran Brian untuk menciptakan cincin itu untuk dijual. Merekapun sama-sama mencapai kesepakatan untuk urusan harga.
“Terima kasih banyak atas kerja sama yang saling menguntungkan ini, Jio,” ucap Brian sambil berjabat tangan.
“Terima kasih kembali tuan muda.”
“Oh ya, jangan lupa, untuk selanjutnya, kerja sama atau apapun yang berkenaan dengan toko emas ini, kamu bisa langsung bicarakan dengan istriku.”
“Oh, baiklah. Selamat bekerja sama mbak Kania. Atau sebaiknya, aku panggil nona muda saja?”
“Tidak perlu mas Jio. Panggil aku seperti biasa saja.” Kania berucap sambil tersenyum.
“Oh ya, hampir saja aku lupa.” Kania membuka tas yang ada di atas meja kaca di hadapannya.
Sebuah surat undangan ia keluarkan dari dalam tas tersebut.
“Surat undangan?” tanya Jio ketika Kania menyerahkan surat undangan itu padanya.
“Ya, ini surat undangan pesta pernikahan kami. Kami baru akan mengadakan pesta pernikahan tiga hari yang akan datang.”
“Oh, baiklah. Aku akan pastikan, aku dan istriku datang ke pesta pernikahan tuan muda dan mbak Kania,” ucap Jio sambil tersenyum manis dengan tangan yang tak henti-hentinya membulak-balikkan kertas undangan tersebut.
“Terima kasih mas Jio. Aku tunggu kedatangan mas Jio dan mbak Ana nantinya.”
Beberapa saat kemudian, merekapun berpisah dengan berpamitnya Jio meninggalkan ruangan tersebut duluan. Sedangkan Kania dan Brian, ia masih berada di sana untuk menunggu manajer toko itu membawakan set perhiasan yang Brian pesan dari luar negeri secara langsung. Rencananya, perhiasan itu akan digunakan Kania untuk acara resepsi pernikahan mereka yang akan diadakan tiga hari lagi.
Kurang dari lima menit menunggu, akhirnya, manajer toko itu datang dengan kotak kecil di tangannya. Kotak itu lebih mirip brangkas dengan sandi angka untuk membuka kunci dari kotak tersebut.
“Maaf menunggu lama tuan muda, nona muda. Pesanannya sudah saya cek keasliannya dengan sangat cermat. Ini asli dan sesuai dengan apa yang tuan muda inginkan sebelumnya.”
“Silahkan dilihat lagi tuan muda,” ucap manajer itu sambil menyerahkan kotak yang ada di tangannya pada Brian.
Brian menerima lalu, membuka kotak tersebut dengan memutar angka-angka yang Kania sendiri tidak tau itu angka berapa. Lalu, kotak itu terbuka dengan bunyi cekrek di tutupnya.
Mata Kania sedikit terpukau dengan perhiasan yang ada di dalam kotak tersebut. Itu adalah set perhiasan terindah yang pernah ia lihat selama ia hidup di dunia ini.
Perhiasan itu terdiri dari gabungan berlian berwarna hijau muda dan tua. Juga dipadukan dengan batu rubi dari Arab Saudi dan India. Setidaknya, itu yang Kania dengar dari percakapan manajer toko dengan Brian. Karena sesungguhnya, ia juga tidak terlalu memahami bentuk dari perhiasan-perhiasan mewah.
“Sempurna.” Satu kata yang Brian ucapkan saat ia menutup kotak kecil tersebut.
Lalu kemudian, ia menyerahkan kotak itu pada Kania. “Ini untukmu bidadari ku.”
"B–Brian. Apakah … apakah ini tidak terlalu berlebihan? Aku rasa … "
Brian menutup mulut Kania dengan satu jari.
“Ssttt. Tidak ada yang berlebihan jika itu untuk membahagiakan kamu, Kania.”
"Tapi … "
“Terima saja. Perhiasan ini akan kamu kenakan dihari bahagia kita nanti. Kode kuncinya, tanggal ulang tahun kamu.”
“Kamu pantas mendapatkannya, Kania,” ucap Brian lirih di kuping Kania.
Kania begitu bahagia sampai ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Tanpa memikirkan perasaan orang yang ada bersama mereka sekarang, ia mencium pipi Brian dengan penuh kehangatan. Bukan karena set perhiasan yang ia terima barusan, tapi karena arti dirinya di mata Brian, itu yang membuat ia begitu bahagia saat ini sampai ia lupa dengan orang di sekitarnya.
“Terima kasih banyak, sayang. Bukan untuk perhiasan yang kamu berikan padaku, tapi karena arti aku di matamu. Juga usaha yang kamu lakukan untuk meluluhkan hatiku agar yakin akan cinta yang kamu miliki,” ucap Kania sambil bergelayut manja di leher Brian.
Puk … sanding meja tergeser membuat Kania sadar akan apa yang ia lakukan barusan. Dan, ia juga baru sadar kalau sebenarnya, ada orang lain bersama mereka sejak tadi.
Manajer toko itu terlihat menyesali apa yang ia lakukan barusan. Niatnya, ia ingin meninggalkan ruangan tersebut tanpa berpamitan lagi. Eh, malangnya, ia malah menabrak meja saat ia memutar tubuh untuk pergi.
Dengan wajah tidak enak, manajer itu nyengir kuda sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal sama sekali.
“Ma–maafkan saya tuan muda, nona muda. Saya tidak bermaksud merusak suasana romantis kalian berdua. Sekali lagi maaf. Lanjutkan lagi, say permisi dulu.”
"Enak aja minta maaf. Gak … "
“Sstt. Brian. Jangan ngomong gitu, dia gak salah. Ayo pulang!”
Kania berusaha menyembunyikan rasa malu yang sedang menguasai hatinya. Wajah merona terlihat begitu jelas di wajah Kania. Namun sekuat tenaga, ia tutupi dengan bersikap seperti biasanya.