Jumat, 18 Maret 2022

Episode 86 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode 86 Perjodohan Membawa Bahagia

Perjodohan Membawa Bahagia

Baru saja Dafa mencapai halaman rumah setelah turun dari kendaraan umum, ia sudah mendengarkan suara keras yang berasal dari dalam rumahnya. Itu suara papanya yang sedang memarahi Zara.

Sebenarnya, itu tidak layak untuk di sebut rumah, tapi lebih pantas di sebut gudang. Karena letaknya yang sedikit terpencil, dan ukurannya yang terlihat sangat kecil bagi keluarga Dafa dan Zara. Tapi, itu juga tempat tinggal ngontrak, bukan milik mereka pribadi.

Setelah hari pernikahan Dafa dengan Zara. Kehidupan mereka semua berputar jauh ke bawah. Keluarga Dafa kehilangan semua aset kekayaan. Semua harta yang mereka miliki di sita oleh pihak bank. Rumah, kendaraan, juga perhiasan habis semua. Sampai-sampai, tidak ada harta satupun yang tersisa dari mereka.

Sementara Zara, ia didepak dari rumah oleh Burhan. Karena dia bukan anak kandung Burhan, dan karena dia, Burhan kehilangan anak kandungnya. Oleh sebab itu, ia tidak diakui lagi sebagai keluarga oleh Burhan.
Sedangkan Salma sebagai satu-satunya keluarga yang Zara miliki, tidak bisa berbuat apa-apa untuk anaknya. Karena dia sedang menunggu persidangan di balik jeruji besi.

Tidak ada pilihan lain, mereka terpaksa mencari tempat tinggal seadanya saja. Karena tidak memiliki uang yang cukup, mereka terpaksa tinggal di tempat kumuh yang lebih tepat di sebut gudang dari pada rumah.

Karena semua itu terjadi setelah Dafa menikah dengan Zara, maka Zara dianggap sebagai pembawa sial oleh kedua orang tua Dafa. Bukan hanya orang tua Dafa, Dafa juga menganggap Zara itu si pembawa sial.

Hasilnya, keberadaan Zara sama sekali tidak dianggap oleh Dafa dan keluarganya. Ia bahkan di benci oleh mereka semua.

Setiap hari, akan ada perdebatan, juga pertengkaran di rumah itu. Yang membuat semua penghuni rumah tidak merasa nyaman berada di rumah. Makanya, Dafa sering keluyuran tak jelas. Sebagian besar waktunya ia habiskan untuk melihat Kania dari jarak jauh. Jika dari jarak dekat, tentunya tidak akan pernah bisa. Karena Brian tentu akan menjadi penghalang.

Dafa berjalan dengan malas menuju pintu rumah. Hatinya yang sudah kesal, kini semakin dibuat kesal dengan ocehan papanya itu.

“Ada apa sih ini?” tanya Dafa dengan tatapan tajam ke arah Zara.

"Kak Dafa … "

“Ini, istri pembawa sial kamu ini benar-benar bikin susah saja. Di suruh bikin minum aja gak bisa,” ucap papanya dengan nada marah.

Dafa menatap Zara yang sedang duduk di kursi roda dengan tatapan marah. “Kamu itu bisa gak sih? Gak bikin susah lain sebentar saja, hah!”
“Aku tidak akan menanyakan soal kamu bisa bikin aku bahagia sedikit saja. Karena kamu memang tidak akan pernah bisa bikin orang yang berada di sekitarmu bahagia, Zara.”

“Kak Dafa. Ini bukan salah aku, kak. Jika aku masih normal, aku tidak akan merepotkan kalian,” ucap Zara dengan perasaan sangat sedih. Air mata juga tidak bisa ia bendung lagi.

Tidak terhitung jumlahnya. Entah berapa banyak air mata yang sudah ia tumpahkan sejak ia menikah dengan Dafa. Ia juga tidak tahu. Hanya satu hal yang ia ingat, sejak ia datang ke dalam keluarga ini, ia hampir setiap hari menangis karena perlakuan kasar dari keluarga ini, termasuk Dafa. Orang yang ia anggap akan memberikan bahagia buatnya.

“Selalu saja begitu! Selalu saja cacat mu yang kamu jadikan alasan untuk bermalas-malasan!” ucap Dafa membentaknya.

“Zara! Kamu tahu apa? Aku sangat menyesal menikah dengan kamu, tau! Kesalahan terbesar dalam hidupku yang tidak pernah bisa aku maafkan adalah, menikah dengan istri pembawa sial seperti kamu!”

Bentakan, cacian, ia terima setiap hari tanpa ia bisa melawan dengan ucapan, apa lagi dengan pukulan. Yang bisa ia lakukan hanyalah menerima. Menerima setiap cacian dan bentakan dengan air mata yang tidak bisa ia tahan.

Saat itulah Zara sadar. Kalau apa yang ia terima sekarang adalah hukum karma. Karma atas apa yang telah ia lakukan pada kakak tirinya waktu itu. Ia sangat menyesali hal itu. Tapi, ia tidak bisa melakukan apa-apa selain diam dan menikmati karma yang ia rasakan sekarang.

‘Tuhan … aku terima rasa sakit ini. Aku tahu ini karma yang telah engkau berikan padaku atas apa yang telah aku lakukan pada kakak tiri ku selama bersama dengannya. Tapi … aku mohon satu hal Tuhan. Izinkan aku bertemu dengan kak Kania untuk minta maaf. Karena setelah aku merasakan perasaan dibenci, aku menjadi merasa sangat bersalah padanya,’ ucap Zara dalam hati sambil terus menangis.

Dafa melempar jaket yang sedari tadi ia pegang ke arah Zara yang sedang tertunduk dengan air mata membasahi pipinya.
“Nangis aja bisanya kamu ini! Bikin kesal saja!” Dafa lagi-lagi membentak Zara.

Tidak ada kata lembut yang Dafa ucapkan setelah hari itu. Hari di mana ia dinikahi dan ia kehilangan kedua kakinya. Sebenarnya, kaki Zara masih ada, hanya saja, tidak bisa ia gunakan karena tulang-tulangnya remuk.

“Aku menyesal menikahi kamu perempuan pembawa sial,” ucap Dafa sebelum ia beranjak meninggalkan Zara di sana sendirian.

Penyesalan menang tidak akan datang di awal, melainkan, diakhir. Jika di awal, itu bukan penyesalan melainkan, keberuntungan. Itulah yang Zara rasakan saat ini. Ia menyesal, tapi tidak bisa merubah apa yang telah terjadi. Ingin mengulangi masa yang telah lalu, tapi sayangnya tidak bisa. Apa yang ia bisa hanyalah, meratapi semua yang telah terjadi. Hidup dalam kesedihan dan penyesalan.

Sementara itu, Kania hidup dengan kebahagiaan. Masa sedih dan masa sulit sudah ia lewati. Sekarang, ia hanya tinggal menuai kebahagiaan, buah dari kesabaran yang selama ini ia tanam dan rawat dengan baik.

Hidup itu ibarat roda. Yang kadang di atas, kadang pula di bawah. Sesuatu yang ada di atas dunia ini, tidaklah kekal. Semuanya pasti akan berubah. Hanya tinggal menunggu waktu saja.

_____________________________________________

Catatan: "Mohon maaf untuk komen yang belum sempat aku balas. Karena aku sedang berada dalam tingkat kesibukan yang terlalu sibuk. Wkwkwkwk …
Mohon pengertiannya ya teman-teman. Insyaallah, jika aku punya waktu luang nanti, aku pasti akan balas komen kalian satu-satu.
Tapi, meskipun belum sempat aku balas satu persatu sekarang, aku tetap lihat dan baca kok komen kalian. Jangan bosan untuk memberikan aku semangat ya teman-teman. Terima kasih banyak …

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya