Jumat, 18 Maret 2022

Episode 87 Perjodohan Membawa Bahagia (Eks Part1)

 Episode 87 Perjodohan Membawa Bahagia (Eks Part1)

Perjodohan Membawa Bahagia

Tiga bulan setelah lamaran itu, Johan langsung menikah dengan Saras. Tepatnya, satu minggu setelah kepulangan Brian dan Kania dari bulan madu ke beberapa negara yang ingin Kania kunjungi.

Pernikahan itu diadakan cukup meriah dengan nuansa pantai yang sama dengan pernikahan Brian dan Kania. Hanya saja, pernikahan Brian tergolong sangat mewah karena ia adalah orang terkaya. Johan sebagai asisten, tidak mungkin mampu menyaingi sang bos yang terkenal tajir luar biasa.

_____

Meskipun sudah menikah dan punya keluarga, Johan tetap bekerja dengan Brian. Ia masih menduduki posisi yang sama seperti sebelumnya, yaitu asisten pribadi Brian.

Tapi sekarang, bedanya adalah, Brian tidak diam di belakang Johan. Melainkan, ikut serta turun tangan sebagai ceo terkenal yang sangat disegani oleh para pembisnis kelas atas.

Sementara itu, Kania menyibukkan diri dengan mengurus toko emas yang terkenal milik suaminya dengan sebaik mungkin. Karena toko itu sekarang dia yang ambil alih, hubungannya dengan Jio dan Ana pun semakin erat lagi karena kerja sama mereka.

Kedekatan Itu terlihat ketika Ana melahirkan anak pertama mereka. Kania menemani Ana selama Ana berada di rumah sakit. Ia bersikap seolah-olah bagian keluarga dari Ana dan Jio. Kebetulan, Jio dan Ana sama-sama tidak punya keluarga. Mereka sama-sama kehilangan orang tua saat bencana alam waktu masih remaja.

Tidak hanya itu, Kania juga sering berkunjung ke rumah Ana dan Jio untuk sekedar menjenguk putra Ana. Atau malah, sering bermain dengan bayi tersebut. Bayi tampan yang diberi nama Dewa itu mampu membuat Kania selalu merasakan rasa bahagia ketika bersama.

_______

Empat tahun kemudian. Kania baru mendapatkan kabar bahagia dari dokter. Ternyata, penantiannya selama empat tahun untuk memiliki buah hati akhirnya tercapai juga.

Ya, Kania hamil. Dia baru hamil setelah penantian hampir lima tahun usia pernikahan mereka. Kehamilan Kania membuat gempar dan mendatangkan bahagia bagi semua teman terdekat, tak terkecuali Jio dan Ana. Mereka ikut merasakan kebahagiaan itu.

“Mbak Kania, jika anak yang ada dalam kandungan mbak ini perempuan, bagaimana kalau kita jodohkan saja anak mbak Kania dengan Dewa putraku?” tanya Ana tanpa berpikir panjang lagi.

Sontak, semua mata yang ada di ruangan tamu vila camar tertuju pada Ana yang berada di samping Kania. Jio mencubit tangan istrinya pelan. Ia tidak percaya kalau istrinya berani mengucapkan hal itu. Secara, kedudukan mereka sudah pasti berbeda.

Berbeda dengan Jio dan para pekerja yang ada di ruang tamu tersebut, Kania dan Brian malah tersenyum bahagia. “Wah, mbak Ana benar. Jika anak ini perempuan, mungkin kita bisa menyatukan mereka agar hubungan persahabatan kita semakin erat,” ucap Kania dengan wajah bahagia.

“Bagaimana menurut kamu sayang?” tanya Kania pada Brian yang duduk sambil memegang tangannya.

“Tentu saja, sayang. Aku setuju untuk menjodohkan anak kita dengan Dewa. Lagipula, jika aku lihat, Dewa itu anak yang pintar dan punya bakat yang agak mirip dengan papanya.”

"Tu–tuan muda. Tapi … "

“Tapi apa, Jio?” tanya Brian melirik Jio yang sedang memasang wajah tidak enak.
“Apa kamu tidak setuju?” tanya Brian lagi.

"Bukan aku tidak setuju tyan muda. Hanya saja, jika ingat status kita terlalu jauh berbeda. Tuan muda adalah … "

“Tahan Jio!” Brian mengangkat satu tangannya ke arah Jio. “Apakah pernikahan harus melihat status? Jika status yang jadi pertimbangan, maka kehidupan tidak akan bahagia, Jio.”

“Benarkah tuan muda tidak keberatan jika anak kami dijodohkan dengan anak tuan muda kelak?”

“Tentu saja tidak. Aku malahan bahagia jika suatu hari nanti, anak kita bisa bersama. Maka kita akan menjadi satu keluarga.”

Kebahagiaan kini kembali terlihat di ruangan tersebut. Bu Ninik dan pak Hadi yang sedari tadi berdiri berdekatan, tanpa terasa kini malah berpelukan. Hal itu menambah riuh suasana bahagia yang ada di ruang tamu vila camar itu.

Namun, suasana tiba-tiba terganggu saat ponsel Brian berdering. Semua perhatian teralihkan pada Brian yang sedang melihat layar ponselnya.

“Siapa, Brian?” tanya Kania.

“Johan.”

“Angkat saja. Mungkin dia ingin bicara sesuatu yang penting.”

“Baiklah. Aku akan angkat panggilan dari Johan sebentar ya. Kalian lanjutkan saja obrolannya,” ucap Brian sambil bagun dari duduknya. Kemudian, berjalan sedikit menjauh dari ruangan tersebut.

“Halo Jo. Ada apa?” tanya Brian langsung dengan nada kesal.

“Tuan muda. Aku punya kabar bahagia untuk aku bagikan dengan tuan muda. Karena tuan muda adalah teman ku satu-satunya, maka aku hanya bisa membagikan kabar bahagia ini dengan tuan muda.”

Terdengar suara paling bahagia di seberang sana. Brian yang awalnya kesal, dan berniat untuk memarahi Johan karena merusak suasana bahagia yang ia punya. Terpaksa membatalkan niat itu ketika mendengar suara bahagia dari Johan.

“Kabar bahagia apa yang ingin kamu bagikan denganku, Johan? Cepat katakan! Karena aku sedang sibuk sekarang.”

“Tuan muda. Istriku sudah hamil sekarang. Ya Tuhan … aku bahagia sekali. Itu tandanya, sebentar lagi, aku akan menjadi seorang papa, tuan muda.”

“Istrimu hamil? Benarkah?” tanya Brian seakan tak percaya.

“Tentu saja, iya tuan muda. Jika tidak, bagaimana aku bisa sebahagia ini?”

“Selamat buat kamu yang sebentar lagi akan menjadi seorang papa, Johan. Mulai sekarang, kamu tidak perlu bertengkar dan marah-marah lagi pada Saras, bukan?”

Johan tidak menjawab. Ia hanya tertawa menangapi apa yang Brian katakan padanya barusan. Ya, dia selalu menyalahkan istrinya, ketika pernikahan mereka berusia tahunan. Ia marah pada Saras yang tidak kunjung hamil padahal, pernikahan mereka sudah berjalan beberapa tahun.

Berbeda jauh dengan sikap Brian yang tak pernah menyalahkan Kania saat Kania masih belum hamil meskipun pernikahan mereka sudah berjalan bertahun-tahun lamanya. Brian malah selalu memberikan semangat buat Kania. Ia juga berusaha memberikan perasaan tenang pada Kania. Selalu membuat Kania bahagia walau mereka masih belum diberikan buah hati dalam rumah tangga.

Sebenarnya, bukan Brian tidak ingin punya anak. Hanya saja, ia berusaha tidak memperlihatkan keinginannya itu pada Kania. Karena Brian tahu, yang lebih tersiksa, sudah pasti istrinya. Karena seorang istri, tentu ingin merasakan menjadi seorang ibu dan tentunya sangat ingin memberikan kebahagiaan pada suaminya dengan melahirkan anak.

Brian yang pengertian, dan selalu berusaha menciptakan kehangatan juga keharmonisan dalam rumah tangga, akhirnya, sekarang bisa merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya tanpa harus menyakiti hati istrinya. Dan kebahagiaan itu terasa sangat manis untuk ia nikmati sekarang.

Karena Brian terdiam untuk beberapa saat lamanya. Johan pun langsung memanggil Brian. “Tuan muda. Apakah tuan muda masih berada di sana?”

“Oh, iya. Tentu saja ada.”

“Oh, aku pikir sudah tidak ada. Ya sudah, aku tutup dulu panggilannya tuan muda. Aku ingin membawa Saras pulang ke rumah sekarang.”

“Johan tunggu!”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya