Jumat, 18 Maret 2022

Episode70 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode70 Perjodohan Membawa Bahagia

 

Perjodohan Membawa Bahagia

Davidson memahami nada bicara Brian. Karena sekarang, hatinya ikut tersenggol akibat nada kesal itu.

“Maafkan papa, Kania. Papa tidak tahu hal itu.”

“Mana papa tahu. Karena yang ada dalam pikiran papa kemarin cuma Sintya. Sekarang, setelah tiada, baru sadar.”

“Brian. Papa tahu kamu kesal pada papa. Tapi tolong, jangan ungkit sesuatu yang telah tiada. Papa minta kita pulang satu mobil, karena papa ingin bicara dengan kalian berdua. Papa ingin kenal dekat dengan menantu papa masih belum papa tahu semua tentang dia.”

Brian terdiam. Kania mencubit tangan Brian. Meminta Brian bicara sedikit lebih sopan lagi pada papanya.

“Kania. Papa minta maaf padamu karena tidak tahu bagaimana kehidupan kamu sebelumnya.”

'Gak papa, Pa. Tidak perlu minta maaf. Soalnya, itu wajar karena kita juga baru dua kali bertemu," ucap Kania sambil senyum.

Mereka berdua pun terus melanjutkan obrolan mereka. Sedangkan Brian, ia hanya diam menjadi pendengar saja.

“Oh ya Kania, papa mungkin akan kembali ke luar negeri secepatnya. Papa titip Brian padamu. Tolong awasi dia. Jangan biarkan dia macam-macam.”

“Aku bukan anak kecil yang bisa papa titipkan pada siapapun,” ucap Brian merasa tidak enak hati.

“Brian.” Kania menoleh dengan tatapan kesal.
“Iya, Pa. Sebisa mungkin aku akan jalankan amanah papa. Tapi, seperti yang Brian katakan barusan, dia bukan anak kecil yang bisa aku jaga.”

“Kalau kamu yang jaga, itu lain cerita.” Brian kembali angkat bicara.

“Aku gak ngomong sama kamu, Brian.” Kania berucap kesal.

“Ih.” Brian berdecak kesal.

Davidson hanya bisa tersenyum melihat tingkah anak dan menantunya. Ia merasa bahagia sekarang. Karena sepertinya, Brian telah menemukan jodoh yang tepat untuk menjadi pendamping hidup dia selamanya.
Hati Davidson tenang sekarang.

“Kalian adalah pasangan serasi.”
“Oh ya, Kania. Jika butuh bantuan apapun, hubungi papa. Papa akan siap membantu kamu kapan pun kami butuhkan.”

“Iy–iya, Pa.”

“Papa akan kembali sore nanti.”

“Lho, kok cepat banget, Pa?” tanya Kania agak kaget.

“Ada banyak hal yang harus papa selesaikan di luar negeri. Karena itu, papa harus kembali secepat mungkin.”

____

Seperti yang telah Davidson katakan, ia kembali ke luar negeri pada sore itu juga. Kania dan Brian mengantar Davidson sampai ke bandara, di mana jet pribadi miliknya berada.

“Kania. Apa kamu ingin liburan?” tanya Brian tiba-tiba saat mereka menyaksikan jet pribadi itu terbang meninggalkan mereka.

Kania menoleh dengan tatapan tak mengerti.
“Apa maksud kamu?”

“Yah, aku rasa, setelah apa yang kita lewati beberapa hari ini, kita sepertinya butuh liburan ke luar negeri. Katakan! Tempat mana yang ingin kamu kunjungi sekarang.”

“Kamu ada-ada saja, Brian. Ini bukan saat yang tepat untuk liburan. Ingat! Kita baru saja berdua dan tante mu sekarang berada di rumah sakit jiwa.”

“Aku rasa tidak ada masalahnya semua itu dengan kita yang ingin liburan. Bahkan, liburan lah sesuatu yang paling bagus untuk menenangkan hati kita yang sedih seperti saat ini.”

“Ah, sudahlah. Sepertinya kamu tidak akan mengerti apa yang aku katakan barusan. Percuma saja aku bicara kalau gitu,” ucap Kania sambil beranjak meninggalkan Brian.

“Hei! Mau ke mana sih?” tanya Brian sambil menarik tangan Kania cepat.

Tubuh Kania yang tidak siapa dengan tarikan itu, sontak terhuyung hingga menabrak tubuh Brian. Dengan cepat, Brian memeluk tubuh Kania untuk menahan agar tubuh itu tidak jatuh.

Beberapa saat lamanya, mereka saling tatap. Hingga akhirnya kesadaran Kania pulih. Ia segera melepaskan diri dari pelukan itu.

“Kamu apa-apaan sih, Brian. Inikan tempat umum. Ada banyak mata yang melihat kita. Kamu yang benar saja.”

“Biarkan saja. Kamu itu istriku.”

“Iya. Istri pura-pura.”

“Eh, siapa bilang istri pura-pura. Kamu itu istri beneran aku lho Kania. Kita ini sah menjadi suami istri. Sah menurut agama, juga sah menurut negara. Apanya yang pura-pura, coba?”

“Hati. Yang pura-pura itu hati kita, Brian.”
“Kamu tidak perlu bersandiwara lagi sekarang. Karena sekarang, papamu sudah tidak akan menghukum kamu lagi jika ia tahu, kita ini menikah hanya sebatas status,” ucap Kania dengan nada kecewa.

“Apa maksud kamu bicara seperti itu? Tunggu! Apa kamu pikir soal apa yang Sintya katakan waktu itu?”

“Tidak. Lupakan saja. Aku ingin kembali sekarang.” Kania kembali beranjak. Namun sekali lagi, Brian menahan tangannya.

“Aku mencintai kamu setulus hatiku Kania. Bukan karena ada apanya. Tolong, percaya padaku.”
“Jika kamu ingin bukti, maka aku akan tunjukkan bukti itu dengan berteriak di depan orang banyak. Aku akan katakan, kalau aku ini sangat mencintai kamu.”

“Jangan bersikap kekanak-kanakan Brian. Aku tidak suka hal itu. Jangan bertingkah yang aneh-aneh. Cinta itu tidak bisa dibuktikan hanya dengan ucapan saja. Cinta itu adalah sebuah perasaan yang sangat halus dan lembut. Hadirnya tidak bisa dicegah dan juga tidak bisa dipaksa.”

“Kalau begitu, aku akan buktikan padamu kalau aku memang sangat mencintai kamu. Aku juga akan yakinkan padamu kalau cinta yang aku miliki ini memang cinta yang tulus dari hati.”
“Jangan tanya kapan cinta itu tumbuh, tapi yang jelas, aku sangat sadar sekarang, kalau aku benar-benar mencintai kamu.”

Kania tersenyum dalam hati. Ia merasa sangat amat bahagia sekarang. Tapi, ia masih merasakan sebuah keraguan ketika ingat, apa yang telah Dafa lakukan padanya.

“Aku ingin pulang. Jika kamu ingin terap berada di sini, maka biarkan aku pulang sendiri.”

“Tidak akan. Aku akan berusaha selalu berada di sisi kamu, Kania.”
“Ayo pulang sayangku,” ucap Brian sambil merangkul pundak Kania dengan lembut dan manja.

“Brian.” Kania berteriak dengan pipi yang merona akibat malu dengan sikap Brian barusan. Malu bercampur bahagia sekarang sedang menguasai hati Kania. Mereka pun berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan bergandengan tangan.

_______

Johan menemui Brian di ruang kerja. Mereka membahas sesuatu dengan serius.

“Apa? Tanah peninggalan nenek Kania sudah di jual?” tanya Brian kaget.

“Ya tuan muda. Tanah beserta rumah peninggalan nenek nona Kania sudah berpindah tangan sekarang. Dan kabar yang paling parahnya lagi adalah, pemilik baru ingin membongkar rumah dan taman bunga itu untuk mereka buat ruko dan rumah baru.”

“Apa! Tidak! Kania pasti akan sedih jika dia tahu hal ini.” Brian bicara dengan nada panik sambil munda-mandir untuk berpikir.
“Tidak-tidak. Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Jo. Kamu harus bantu aku untuk mendapatkan tanah itu bagaimanapun caranya. Jika perlu, bantuan dari papa juga aku tidak akan keberatan.”

“Tuan muda tenang saja. Serahkan semua padaku, maka aku akan menjalankan semua perintah dengan sangat baik. Asalkan … bonus bulanan milikku tuan muda lipat gandakan.”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya