Jumat, 18 Maret 2022

Episode73 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode73 Perjodohan Membawa Bahagia

 

 

Perjodohan Membawa Bahagia

“Ceritanya panjang. Jadi, aku tidak bisa menceritakannya padamu, istriku sayang.”
Brian berucap sambil menyentuh dagu Kania pelan.

“Brian. Jangan buat aku mati penasaran. Ayo katakan sekarang! Dari mana kamu mendapatkan sertifikat berharga ini?”

“Jika ingin tahu, maka kamu harus menebusnya dengan sebuah ciuman.”

Kania melotot karena kata-kata yang Brian ucapkan barusan. Ia merasa, Brian sedang berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan. Tapi … hatinya sangat amat penasaran.

"Jika kamu tidak menjawab, aku artikan dengan kata setuju. Dan … "

Brian langsung menarik Kania dan mencium bibir Kania dengan lembut. Kania kaget bukan kepalang. Namun, ia menikmati ciuman yang Brian berikan.

Mereka melakukan ciuman tersebut selama beberapa saat lamanya. Hingga bunyi ponsel milik Kania mengalihkan perhatian keduanya dan mengakhiri ciuman tersebut dengan berat hati, terutama Brian.

Kania tidak mengangkat panggilan tersebut. Karena Brian tidak melepaskan tangannya dari pinggang ramping milik Kania. Meskipun ciuman berakhir, tapi pelukan tidak.

“Brian. Kamu apa-apaan sih.”

“Aku mohon. Abaikan saja untuk kali ini. Jangan biarkan mereka mengganggu kehangatan ini.”

“Brian.”

“Kania. Aku mohon. Biarkan aku merasakan kehangatan ini sebentar saja lagi.”

“Kamu kekanak-kanakan,” ucap Kania dengan wajah bersemu malu.

“Biarkan saja. Yang penting hati ini bahagia. Dan juga … orang yang aku sayangi bahagia.”

Kania semakin berbunga-bunga saja sekarang saat mendengarkan ucapan Brian barusan. Hatinya yang bahagia, sekarang semakin bertambah bahagia saja.

“Oh ya, seperti yang sudah sama-sama kita sepakati, aku akan katakan dari mana aku dapat sertifikat berharga milikmu itu.”

“Hmm … ayo katakan!” ucap Kania penuh semangat.

“Aku dapat sertifikat itu dari Johan.”

“Johan?” tanya Kania tak mengerti.

Brian pun menceritakan apa yang telah terjadi. Bagaimana sampai Johan bisa mendapatkan sertifikat itu dan bagaimana kejahatan mama serta adik tiri Kania.

“Apa! Mereka jual?”

“Hehem.” Brian berucap sambil menganggukkan kepalanya.

“Tega sekali mereka padaku. Padahal, apa yang mereka inginkan telah aku berikan pada mereka. Aku pikir, mereka tidak akan mengganggu aku lagi setelah mereka dapatkan harta yang mereka incar selama ini. Tapi … mereka kelihatannya tidak pernah puas.” Kania berucap dengan nada geram dengan tangan yang di genggam.

“Mereka tidak akan pernah puas, Kania. Karena manusia seperti mereka, tidak ada kata cukup selama napas masih ada.”

“Tapi Brian, kenapa mbak penjaga taman tidak menghubungi aku untuk mengabari apa yang terjadi?” tanya Kania penasaran saat ingat dengan penjaga taman yang selama ini ia gaji untuk menjaga taman peninggalan almarhumah neneknya.

“Itulah kejamnya adik dan mama tiri mu, Kania. Sampai penjaga taman pun dia ancam agar tidak mengatakan semua yang terjadi padamu. Karena mungkin, niat mereka ingin menyakiti kamu dan melihat kamu menderita karena kehilangan apa yang berharga bagi hidupmu.”

“Mereka benar-benar sudah mengikis kesabaran yang ada dalam hatiku. Selama ini, aku sudah berusaha sabar dan diam dengan apa yang mereka lakukan padaku. Karena aku pikir, dengan diamnya aku, mereka akan puas. Tapi ternyata, mereka semakin besar kepala dan malah, semakin menjadi-jadi.”

“Brian, apakah kamu mau menolong aku?” tanya Kania sambil menatap mata Brian dengan tatapan penuh harap.

“Tentu saja aku mau, sayang. Kenapa harus kamu tanyakan kesanggupan yang aku miliki untuk memenuhi semua keinginanmu. Katakan saja, apa yang kamu ingin aku lakukan. Aku pasti akan lakukan apapun itu selagi aku mampu.”

“Tolong aku, putuskan kerja sama dengan perusahaan papaku dan perusahaan keluarga Dafa. Kalau perlu, ambil perusahaan mereka. Apa kamu bisa?” tanya Kania dengan nada sedikit tegang.

Brian tersenyum manis. Ia menyentuh pipi Kania dengan lembut. “Itu soal kecil, Kania ku sayang. Aku bisa melakukan hal itu dengan mudah, meskipun aku tidak bolak-balik ke perusahaan seperti pemilik perusahaan pada umumnya. Tapi jangan lupa, aku adalah pewaris tunggal perusahaan ternama. Kalau soal membeli sebuah perusahaan kecil, itu hal gampang yang tidak perlu memakan waktu lama.”

“Benarkah?” tanya Kania penuh semangat.

“Tentu saja,” ucap Brian sambil mencolek hidung Kania dengan lembut.

Kania yang masih berada dalam pelukan Brian, kini semakin mempererat pelukannya saat mendengar kata-kata yang Brian ucapkan barusan. “Terima kasih banyak Brian.” Kania berucap lirih.

“Tidak perlu berterima kasih padaku. Karena kamu adalah istri belahan jiwaku. Aku melakukan semua ini dengan senang hati. Satu tujuan dan harapan, yaitu, untuk membahagiakan kamu.”

‘Aku janji Kania, aku akan berusaha membuat kamu bahagia selama aku masih bernapas dan masih bisa melihat dunia ini. Apapun akan aku lakukan untuk membuat kamu bahagia selagi aku mampu,’ ucap Brian dalam hati sambil membelai lembut rambut Kania.

‘Meskipun aku belum bisa mengakui rasa cintai ini secara langsung di hadapanmu, Brian. Tapi, hati ini sudah pasti tidak ingin meragukan cinta tulus yang kamu miliki. Aku memang sudah jatuh cinta padamu sejak pandangan pertama waktu itu,’ ucap Kania pula dalam hatinya sambil terus membenamkan wajah dalam pelukan Brian.

________

Dua hari kemudian, tepatnya, di hari pernikahan Zara dan Dafa. Kania tersadar saat adzan subuh berkumandang. Ia rencananya ingin langsung bangun, tapi sayangnya, niat itu terhalang oleh tangan Brian yang ternyata memeluk tubuhnya saat tidur.

Mereka masih berbagi ranjang. Masih menciptakan batas di atara mereka dengan satu guling di tengah-tengah tempat tidur. Namun seperti biasa, batas itu hilang saat mereka sudah sama-sama terlelap. Entah itu Kania ataupun Brian yang menyingkirkan batasan tersebut. Yang jelas, batas itu pasti hilang saat mereka bangun pada pagi harinya.

“Ya Allah, kenapa dia harus menjadikan aku sebagai guling nya?” tanya Kania dengan rasa kesal sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Brian.

“Hmm … jangan pergi. Hari masih malam,” ucap Brian dengan mata yang masih terpejam.
Bukannya melonggarkan pelukan, ia malah semakin mempererat pelukan tersebut.

“Brian. Kamu apa-apaan sih? Ini itu udah subuh tau. Udah adzan,” ucap Kania kesal. Namun, sebenarnya ia sangat menikmati pelukan itu.

“Sebentar lagi.”

“Brian. Tidak boleh menunda waktu. Jika kamu tidak ingin bangun, maka aku akan bangun sendiri.”

Mendengar ucapan itu, Brian segera membuka mata dengan perasaan malas. Ia juga melonggarkan pelukannya, mengizinkan Kania lepas dari pelukan tersebut.

Setelah melaksanakan perintah wajib bagi agama, Kania dan Brian sama-sama duduk di atas sofa yang ada di kamar tersebut.
“Kania, kamu yakin ingin datang ke pernikahan saudara tiri mu hari ini?” tanya Brian memastikan.

“Tentu saja aku yakin. Bukankah sebelumnya, kita sudah membicarakan hal ini?”

“Iya, aku hanya ingin memastikan lagi saja. Oh ya, aku sudah pesan gaun terindah untukmu. Gaun seri terbaru, lengkap dengan perhiasan. Aku yakin, kamu pasti akan terlihat paling cantik nantinya.”

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya