Episode75 Perjodohan Membawa Bahagia
Tatapan kagum itu berubah menjadi tatapan penuh cinta dari mata Brian untuk Kania. Ia semakin melebarkan senyumannya saat Kania berada di hadapannya sekarang.
“Kamu istriku?” tanya Brian mengajak Kania bercanda.
“Bukan.”
“Lalu?”
“Aku adalah permaisuri mu.”
“Ya Tuhan, aku tidak salah permaisuri kalau gitu. Tapi … jika kamu permaisuri, sudah bisa dipastikan, akan ada selir nantinya.”
“Brian! … Kamu ingin aku jadikan sate atau sup, hah! Atau tidak, kamu ingin aku gantung terbalik di pohon samping danau? Agar kamu tahu, bagaimana sadisnya perempuan jika sudah sakit hati.”
“Ya ampun, kata-kata mu itu terlalu sadis untuk aku dengar, Kania ku sayang. Aku hanya bercanda.”
“Tapi tunggu! Sepertinya, secara tidak langsung, kamu sudah mengakui padaku, kalau kamu menyayangi dan mencintai aku. Iyakan?”
Kania tidak menjawab. Ia hanya tertunduk dengan wajah bersemu malu.
"Kenapa kamu tidak mengakuinya Kania? Apa … "
“Brian. Cinta tidak perlu diakui dengan kata-kata. Karena cinta tidak akan pernah cukup jika hanya ditujukkan dengan kata-kata.”
Satu ungkapan yang Brian yakini, kalau itu adalah ungkapan cinta dari Kania. Brian segera menarik Kania ke dalam pelukannya. Memeluk tubuh mungil itu dengan penuh perasaan.
“Brian, apa kita tidak jadi datang ke pernikahan adik tiri ku?” tanya Kania masih dalam pelukan Brian.
Brian melonggarkan pelukannya.
“Kenapa tidak jadi?” Brian bertanya sambil menatap Kania dengan tatapan penuh cinta.
“Kamu sepertinya tidak ingin pergi. Apa kamu lupa, pesta pernikahannya dimulai dari jam delapan, sedangkan sekarang sudah jam delapan tiga puluh tujuh menit. Sebenarnya kita sudah telat. Tapi kamu, malah masih memeluk aku di sini.”
“Ya Tuhan … Ayo berangkat istriku cantik!” ucap Brian sambil memberikan tangannya untuk kalian gandeng.
Mereka berangkat tidak dengan mobil yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Brian sengaja meminta pak Hadi membeli mobil seri terbaru untuk datang ke pesta pernikahan adik tiri Kania.
Kania sedikit tak percaya dengan semua yang Brian siapkan untuknya sekarang. Mulai dari gaun, perhiasan, riasan, dan sekarang, kendaraan, semuanya Brian siapkan dengan semua yang paling mewah. Ia merasa benar-benar di perduli kan dan dianggap berharga di mata Brian.
Benar apa yang pepatah katakan, kita itu di anggap berharga, bagi yang ingin menghargai keberadaan kita. Karena sebenarnya, setiap perempuan itu berharga. Hanya saja, butuh berada di tempat yang tepat untuk dihargai.
Setidaknya, itu yang ada dalam pikiran Kania saat ini. Ia merasa bersyukur sekarang. Ternyata, perjodohan yang ia terima, benar-benar membawa bahagia.
“Tuan putri. Ayo!”
Kania tersenyum saat Brian bicara dengan nada lembut sambil membungkuk memberi hormat. “Brian. Jangan bercanda lagi.”
“Senyummu berharga Kania. Senyum itu akan muncul saat aku mengeluarkan candaan. Jadi, aku tidak akan membuang setiap kesempatan yang aku punya.”
“Kamu bisa saja,” ucap Kania sambil beranjak masuk ke dalam mobil.
Pintu mobil Kania, Brian yang buka. Sedangkan pintu mobil Brian, tentunya pak Dayat yang membuka. Merekapun beranjak meninggalkan vila menuju hotel, tempat di mana resepsi pernikahan Zara di laksanakan.
“Brian. Terima kasih banyak,” ucap Kania dengan suara pelan.
Brian melirik Kania yang duduk di sampingnya.
“Terima kasih? Untuk apa?”
“Untuk hari ini. Untuk semua persiapan yang kamu siapkan buat aku sekarang. Dan, untuk semua yang telah kamu lakukan untuk aku.”
“Semuanya?”
“Ya, semuanya.”
“Kania, dengar. Aku tidak melakukan hal itu dengan cuma-cuma. Aku melakukan itu ada imbalannya. Jadi, tidak perlu berterima kasih.”
“Imbalan? Maksud kamu?”
“Ya, imbalan. Aku ingin melihat kamu bahagia. Seperti yang telah aku katakan, aku melakukannya karena cinta. Jadi, tidak perlu berterima kasih padaku dengan ucapan. Balas lah apa yang aku lakukan dengan cinta, bagaimana?”
“Brian! Kamu bikin aku kesal saja,” ucap Kania sambil memalingkan wajahnya dari Brian.
Brian tersenyum. “Kenapa? Bicara dalam hati lagi? Mengumpat, memarahi aku secara tidak langsung?” tanya Brian sambil menarik dagu Kania dengan lembut penuh kasih sayang.
“Jangan sentuh aku. Aku sedang kesal.”
“Tuan putri semakin cantik dan anggun jika marah dan kesal seperti saat ini.”
“Brian! Kamu … ih! Bukannya bujukin, baikin aku, eh malah bilang begitu. Senang kamu?”
Brian tertawa sekarang. Wajah Kania yang sedang marah, terlihat begitu lucu dan masih terlihat cantik.
“Brian!” Kania semakin memperlihatkan wajah kesalnya. Tapi sesungguhnya, di lubuk hati Kania yang paling dalam, ia sekarang sedang sangat bahagia. Apalagi saat ia bisa melihat tawa lepas di wajah seorang Brian yang memang sudah sangat tampan. Karena tawa lepas itu, sangat jarang bahkan sedikit langka bagi Kania.
Tak terasa, candaan itu membawa mereka sampai ke tempat yang ingin mereka datangi dengan cepat. Saat itu pula, pesan singkat dari Zara masuk. Zara menanyakan keberadaan Kania. Kania membalas dengan jawaban yang sesungguhnya. Mengatakan, kalau dirinya sekarang sedang berada di depan hotel bersama sang suami.
Mendapat balas itu dari Kania, Zara segera mengatakan pada mamanya soal balasan itu. Salma yang tahu apa maksud dari pemberitahuan anaknya, segera mengajak semua tamu undangan untuk keluar.
“Semuanya, mohon perhatian sebentar!”
Semua tamu yang sedang berada di sana pun terfokus pada Salma yang sedang bicara. Mereka memperhatikan Salma dengan perasaan penasaran. Sedangkan Dafa, ia melirik Zara untuk mencari tahu apa yang terjadi sekarang.
“Ada apa sih?” tanya Dafa dengan nada sedikit berbisik.
“Gak tau, kak.” Zara berucap sambil mengangkat bahunya.
“Kok gak tau sih?”
“Ya emang gak tahu, kak Dafa. Dengerin aja apa yang mama mau sampain. Nanti juga kita akan tahu,” ucap Zara sedikit kesal.
Dafa diam. Sementara Salma, ia melanjutkan kata-katanya setelah memastikan semua tamu sudah mengalihkan perhatian mereka pada dirinya.
“Maaf sebelumnya, saya selaku mama dari mempelai perempuan mengalihkan perhatian para tamu. Saya hanya ingin mengatakan, kalau sebentar lagi, anak tiri saya yang menikah dengan tuan muda Aditama akan datang.”
Saat kata Aditama diucapkan. Hampir seluruh tamu yang ada di sana heboh bukan kepalang. Bagaimana tidak, sosok yang sangat jarang, bahkan tidak pernah terlihat itu sekarang akan hadir di tengah-tengah mereka. Rasa penasaran yang memuncak, kini menguasai hati mereka semua.
“Tuan muda Aditama itu bukannya laki-laki cacat, ya?” Salah satu tamu berucap pada tamu yang lain.
“Iya. Katanya sih begitu.” Tamu yang lain menjawab.
“Iya ya. Katanya, wajahnya hancur dan dia lumpuh. Di kabarkan, dia selalu menggunakan topeng hitam untuk menutupi wajahnya. Kasihan, benar-benar kasih.”
“Iya, tuan muda kaya yang malang.”
“Hmm … aku yakin, gadis yang bersedia menikah dan hidup bersama dengan tuan muda Aditama pasti hanya karena hartanya. Iya gak?”
“Betul. Aku sepemikiran dengan apa yang kamu ucapkan barusan.”