Jumat, 18 Maret 2022

Episode76 Perjodohan Membawa Bahagia

 Episode76 Perjodohan Membawa Bahagia

 

 

Perjodohan Membawa Bahagia

“Hmm … aku yakin, gadis yang bersedia menikah dan hidup bersama dengan tuan muda Aditama pasti hanya karena hartanya. Iya gak?”

“Betul. Aku sepemikiran dengan apa yang kamu ucapkan barusan.”

“Sssttt … jangan ngomongin tentang perempuan yang menikah dengan tuan muda Aditama. Apa kalian lupa, perempuan yang menjadi istri tuan muda itu adalah bagian dari keluarga ini,” ucap tamu undangan yang merasa tidak enak hati.

“Lho, apa ada yang salah dengan apa yang aku katakan itu? Bukankah itu kenyataannya?”

Mendengar pendapat dari para tamu semua, Zara tersenyum lirih penuh kemenangan. Begitu juga mamanya. Karena apa yang mereka harapkan, kini tercapai. Niat mereka seperti biasa, menjatuhkan dan mempermalukan Kania di depan umum.

Burhan mendekati Salma yang masih berada di panggung. “Mama apa-apaan sih? Kenapa ngundang mereka ke sini? Mana diumumkan pagi. Bikin malu aja.”

“Papa ini kenapa sih, Pa. Kania itu anak papa. Bagaimana bisa mama tidak mengundang dia untuk sama-sama menikmati pesta pernikahan Zara.”

“Bukan itu masalahnya. Apa mama tidak lihat bagaimana tanggapan para tamu undangan. Mereka sibuk mengatakan hal yang tidak-tidak. Bikin kacau acara Zara aja. Lagian, kenapa kamu pakai umumkan kedatangan mereka? Kalau ingin datang, biarkan saja datang.”

“Ini permintaan Kania, Mas. Ia ingin menunjukkan pada semuanya, kalau dia adalah istri tuan muda ternama yang kaya raya.”

“Gila! Apa anak itu semakin lama semakin gila.” Burhan terlihat sangat kesal sekarang. Sedangkan Salma, ia tersenyum lirih dengan hati yang sangat bahagia.

Dafa kembali melirik Zara. Ia merasa kesal dengan apa yang baru saja terjadi.
“Kalian mengundang dia?” tanya Dafa.

“Tentu saja kami mengundang kak Kania. Apa kak Dafa lupa, kalau kak Kania itu kakak tiri ku?”

“Aku tidak lupa. Tapi sebaiknya, dia tidak ada karena acara ini akan lebih indah tanpa dia.”

"Apa kak Dafa keberatan? Apa karena kak Dafa tidak enak hati? Atau … "

“Cukup Zara! Kita sudah menikah, jadi jangan banyak pikiran yang tidak-tidak tentang aku.”

Dafa memotong perkataan Zara dengan cepat dengan nada tinggi dan terdengar sangat kesal. Hal itu membuat Zara terpaku dan merasa tak percaya. Namun, perhatian itu segera teralihkan dengan Salma yang mengajak semua tamu segera menyambut kedatangan Kania di depan pintu hotel tersebut.

Karena rasa penasaran yang menguasai hati mereka. Semua tamu itu mendengarkan dan mengikuti apa yang Salma katakan. Mereka menuju pintu utama hotel tersebut untuk menyambut Kania. Sedangkan Dafa dan Zara, tetap menunggu di pelaminan.

Sementara itu, Brian dan Kania masih berada dalam mobil. “Kenapa kita masih belum turun juga, tuan muda?” tanya pak Dayat tidak kuat menahan rasa penasaran lagi.

“Kita menunggu sambutan,” ucap Brian sambil tersenyum.

“Sambutan?”

“Ya.”

Tak lama, Salma datang bersama Burhan yang sedang memasang wajah sangat kesal mendekati mobil Brian yang terparkir di depan hotel tersebut. Brian menoleh ke arah Kania.

“Kamu siap, sayang?” tanya Brian sambil tersenyum.

“Sudah pasti, Brian. Jika tidak, aku pasti tidak akan datang ke hotel ini hari ini.”

“Baiklah kalau begitu. Ayo mulai!”

“Siap.” Kania berucap sambil mengacungkan jari jempolnya.

“Pak Dayat. Buka pintu untuk istriku!”

“Baik tuan muda,” ucap pak Dayat sambil beranjak dari duduknya.

Semua tamu undangan yang berada di depan pintu hotel bicara dengan pendapat dan pikiran mereka masing-masing. Mereka merasa sudah tak sabar lagi untuk melihat orang ternama yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Karena mereka hanya tahu namanya saja selama ini.

“Kamu lihat mobil yang mereka kendarai hari ini? Ya Tuhan … mobil paling mahal dengan seri terbatas. Ini mobil termahal karena baru di keluarkan.” Seorang tamu mengomentari mobil tersebut saat pak Dayat turun untuk membuka pintu buat Kania.

“Aku rasa. Di kota kita, atau bahkan, di negara kita, baru ada satu buah. Yaitu, milik tuan muda ini.”

“Wanita mana yang bisa menolak untuk menjadi istrinya, coba? Walaupun dia cacat, lumpuh dan buruk rupa sekalipun, tetap tidak akan menolak untuk di nikahi. Secara, hartanya melimpah,” kata yang lain pula.

Saat pintu terbuka, Kania menurunkan kakinya. Lalu kemudian, ia turun dari mobil dengan senyum manis dan gaya anggun. Semua mata kagum ketika melihat Kania. Ia cantik, bahkan sangat cantik. Jauh lebih cantik dan mewah dia dari pada Zara yang sedang menjadi pengantin di pelaminannya.

“Ya–ya Tuhan … dia cantik sekali.”

“Sangat amat cantik,” ucap yang lain pula.

“Cih! Bagaimana tidak cantik? Dia itukan istri tuan muda paling kaya,” ucap yang lain merasa syirik.

“Bilang aja lu iri.”

“Tapi apa yang dia katakan itu ada benarnya juga sih,” jawab yang lain pula.

Salma menikmati semua pendapat-pendapat buruk tentang Kania. Karena sebenarnya, itu yang ia inginkan. Melihat Kania dibenci dan direndahkan, walau sudah menikah dengan orang terkaya di kota ini.

“Selamat datang anak ku sayang,” ucap Salma sambil menyambut Kania dengan pelukan.

“Terima kasih banyak, Mama.” Kania berucap dengan wajah yang tetap mempertahankan senyum manisnya.

"Oh ya, kamu datang dengan … " Salma melirik ke mobil.

“Iya. Aku datang bersama suamiku. Dia masih di dalam,” ucap Kania santai tanpa beban.

"Oh. Kenapa dia tidak turun sekarang? Apa karena … "
“Maafkan mama sebelumnya. Apa karena tidak ada yang membantu untuk menurunkan dia dari mobil?”

“Kalau tidak ada, itu ada banyak tamu yang bisa membantu. Biar mama panggilin ya, jika kamu malu,” ucap Salma dengan nada mengejek.

“Hei! Sini,” ucap Salma sambil melambaikan tangan ke arah tamu laki-laki yang ada di sana.
“Tolongin anakku buat nurunin suaminya,” ucap Salma pada tamu-tamu itu lagi.

“Salma. Kamu apa-apaan sih? Bikin malu aja,” ucap Burhan nada nada kecil, berbisik di telinga Salma.

“Ih papa ini gimana sih? Anak sama papa sama aja. Malu di gedein,” ucap Salma seakan tak punya beban.

“Tolongin ya mas-mas. Kasihan menantu saya nungguin lama di dalam mobil,” kata Salma sambil tersenyum pada beberapa tamu yang berjalan mendekat.

"Gak perlu kok, Ma. Gak perlu … "

"Gak perlu apanya? Jelas-jelas … "

“Jelas-jelas apa?” tanya Brian sambil menurunkan kakinya dari mobil dengan pak Dayat yang berada di samping mobil tersebut.

 

Episode Selanjutnya
episode sebelumnya