Episode80 Perjodohan Membawa Bahagia
“Apa maksud kamu, Salma? Aku membunuh anakmu? Anak mana yang aku bunuh, hah!”
Salma tertawa terbahak-bahak seperti orang gila yang tidak memiliki beban sama sekali.
Tapi matanya, tetap menangis.
“Kamu bunuh anakku, anak kita yang masih berada dalam kandunganku, mas Burhan. Kamu ciptakan rasa sedih yang teramat sangat di hati ini, sampai hati ini timbul rasa benci untuk kamu dan semua keluargamu.”
“Tidak! Kamu benar-benar sudah gila, Salma. Kalau aku bunuh anak kita, lalu Zara? Anak siapa dia?”
"Zara … " Salma menoleh ke arah Zara yang sedang menatapnya dengan perasaan sedih bercampur penasaran.
“Dia anakku.”
“Siapa ayah dari Zara, hah!” Burhan benar-benar emosi saat ini. Namun, ia terap berusaha menahan rasa emosi itu dengan menggenggam erat tangannya.
“Siapa papaku, Ma?” tanya Zara tak sabar lagi. Air mata juga sudah mengalir deras di pipinya.
“Ayah kamu … ayah kamu, dia … dia sudah meninggal, Zara.”
“Siapa dia Salma!” Burhan mendekat dan mencekik leher Salma.
“Agghhh! Lepaskan aku!”
“Papa lepaskan, mama!”
“Diam! Jangan panggil aku papa, karena aku bukan papamu!” Burhan membentak Zara dengan keras. Sedangkan tangannya, masih mencekik leher Salma.
“Katakan! Siapa ayah dari Zara, Salma!”
“Tolong! Tolong mamaku kak Dafa! Aku mohon, kalian tolong lepaskan mamaku dari papa yang akan membunuhnya,” ucap Zara dengan suara memelas.
Saat itulah, polisi yang Johan panggilkan datang. “Jangan bergerak. Angkat tangan kalian semua. Jangan ada yang meninggalkan tempat ini sebelum polisi mengizinkan kalian pergi.”
Kata-kata itu membuat Burhan segera melepaskan Salma. Salma pun terjatuh ke lantai dan Zara segera menghampirinya.
“Mama!”
“Kamu! Jangan bergerak!” ucap polisi pada Zara.
Zara yang takut, langsung mengikuti apa yang polisi katakan. Ia bangun, langsung mengangkat tangannya. Sedangkan Salma, ia masih diam di atas lantai sambil menegang lehernya yang terasa masih sakit.
“Pak polisi. Tolong saya, Pak. Saya hampir saja di bunuh oleh laki-laki itu,” ucap Salma sambil menunjuk ke arah Burhan.
“Kamu!” Burhan kesal bukan kepalang. Ia ingin melakukan apa yang ia lakukan sebelumnya lagi pada Salma. Tapi sayangnya, polisi mencegah Burhan melakukan hal itu dengan cepat.
Setelah para tamu undangan di keluarkan dari hotel itu, polisi membawa Salma dan Burhan juga Zara beserta Dafa dan kedua orang tuanya ke kantor polisi untuk di tindak lanjuti.
“Apa! Kenapa kami juga harus ikut?” tanya Rudi tak percaya dengan apa yang polisi itu katakan.
“Karena kalian adalah keluarga tersangka. Maka kalian juga harus ikut ke kantor untuk dimintai keterangan, atau bahkan diselidik.”
"Tapi pak polisi … "
“Jangan membantah jika kalian merasa tidak bersalah. Ayo jalan!”
Karena tidak punya pilihan lain, terpaksa mereka ikut dengan polisi ke kantor. Salma dan Burhan satu mobil dengan Zara. Sedangkan Dafa, naik ke mobil lain dengan kedua orang tuanya.
Dalam mobil tersebut, Burhan kembali menanyakan siapa papa Zara yang sesungguhnya. Awalnya, Salma tidak ingin bicara. Tapi, karena Zara juga memaksa, ia terpaksa buka mulut untuk memenuhi keinginan anaknya.
“Dia Agus. Teman baikmu,” kata Salma sambil tertunduk.
“Ap–apa? Agus?” tanya Burhan tak percaya.
“Ya, Agus Gunawan. Teman baikmu yang selalu ada bersama kamu waktu itu. Aku menggoda dia sampai dia tidak tahan lagi. Dan pada akhirnya, kami berhubungan hingga aku hamil lagi. Karena aku takut dia membongkar rahasia ini, maka aku lenyap kan saja dia. Baru kemudian aku mencari kamu, Mas Burhan.”
“Apa! Kamu gila Salma! Kamu benar-benar gila!” Burhan berucap sambil melihat Salma dengan tatapan tak percaya. Yang dilihat bukannya takut, eh malah tersenyum menyeringai.
“Bukan aku yang gila, Mas Burhan. Tapi kamu yang bodoh. Sangat mata bodoh.”
“Apa!”
Ucapan yang disertai gerakan ikut sontak membuat Zara yang berada di samping terdorong keras. Dan entah bagaimana caranya, pintu mobil itu terbuka. Zara yang tidak menyangka akan terjadi hal itu, tanpa bisa melakukan apapun, terjatuh dengan keras dari mobil yang sedang melaju kencang. Tubuhnya tertinggal jauh di belakang. Dan malangnya, mobil yang berada di belakang melindas kaki Zara dengan keras.
“Aaaaa!” Jeritan memilukan terdengar keras menyayat hati. Seketika, Burhan dan Salma menghentikan perdebatan mereka. Sedangkan polisi menghentikan laju mobil yang ia kendarai.
Mereka segera turun untuk melihat kecelakaan itu. Orang-orang di sekitar yang mendengar jeritan itupun ikut berkerumun.
“Zara!” Salma berteriak histeris dengan mata melebar saat melihat anaknya sedang terbaring dengan darah segar di sekujur tubuh.
“Zara! Tidak!” Teriak Salma sambil berusaha menggapai anaknya.
Selang beberapa waktu, ambulan pun datang untuk membawa Zara yang sekarat ke rumah sakit. Sedangkan Salma dan Burhan, dipaksa untuk ikut ke kantor polisi terlebih dahulu agar bisa menindaklanjuti keduanya.
Sementara itu, Dafa yang berada di depan, tidak tahu menahu soal kecelakaan itu. Mobil polisi yang membawa mereka sekeluarga, terus saja berjalan menuju kantor polisi.
“Sudah aku katakan padamu sebelumnya, Dafa. Jangan menikahi Zara. Sekarang, kamu lihat kan apa akibat dari keras kepalanya kamu ini, Dafa.” Rudi ngomel tak henti-hentinya.
“Sudahlah, Pa. Tidak ada yang perlu di sesali lagi. Semuanya sudah terjadi,” ucap mamanya menenangkan.
“Iya, semuanya memang sudah terjadi, Ma. Tapi, itu tidak akan terjadi jika anakmu ini tidak keras kepala. Sudah tahu masih cinta dengan Kania, eh … malah bikin ulah dengan menikahi Zara. Sekarang lihat bukan apa akibatnya. Bukan hanya dia saja yang menanggung akibat itu, tapi kita juga.”
“Tapi Kania juga sudah menikah, Pa. Bagaimana bisa anak kita harus tetap mencintai dan harus papa paksa untuk menunggu Kania. Hidup ini harus tetap berjalan kan, Pa.”
“Kamu belain aja terus anak kesayangan kamu ini, Ma. Senang banget kamu kayaknya, punya menantu dari keluarga gak jelas itu.”
“Lho, apa papa lupa. Kania itu juga berasal dari keluarga yang sama dengan Zara, Pa.”
“Iya. Tapi dia tidak berasal dari ibu yang sama dengan Zara. Oh ya, apa mama lupa apa yang baru saja terjadi tadi? Mama lupa kalau Salma itu mengatakan, Zara bukanlah anak Burhan.”
“Sudah cukup! Cukup perdebatan tentang Zara dan Kania. Aku sudah tidak bisa menahan diri lagi sekarang.” Dafa yang sedari tadi diam, kini angkat bicara karena sudah tak tahan lagi mendengar obrolan kedua orang tuanya.
“Kenapa? Apa kamu juga ingin bela Zara sekarang?” tanya Rudi kesal.
“Pa, aku mohon jangan kalian bertengkar karena hal yang sudah terjadi. Karena kita tidak akan bisa mengubah apa yang telah kita lalui.”
“Itu karena kamu, Dafa. Karena kamu yang keras kepala.”
“Cukup! Kalian sudah cukup bertengkar nya!” Polisi itu juga tidak sabar lagi sekarang. Ia juga ikut bicara dengan membentak keluarga yang sedari tadi bikin telinganya panas.